Krisis ekonomi telah membuat Pemerintah Indonesia terbelit utang yang berat. Utang pemerintah telah bertambah menjadi tiga sampai empat kali lipat dari kondisi sebelum krisis, dan hampir tiga perempat dari pertambahan ini merupakan utang dalam negeri yang harus dibayar untuk restrukturisasi perbankan. Kenaikan jumlah utang ini merupakan akibat gabungan kesalahan kebijakan masa lalu dengan krisis ekonomi, bukan karena pengeluaran baru.
Kewajiban-kewajiban penutupan utang (bunga dan amortisasi) akan melebihi 40 persen dari penerimaan pemerintah selama beberapa tahun, sedangkan kebutuhan pembiayaan baru (baik luar maupun dalam negeri) di tahun-tahun mendatang masih tetap dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran. Hal ini akan sangat membatasi fleksibilitas fiskal pada masa pemerintahan sekarang ini, sehingga telah menggeser permasalahan dari fiscal stimulus menjadi fiscal sustainability.
Indikasi awal dalam menilai apakah kebijakan fiskal yang ditempuh sustainable atau unsustainable adalah rasio utang terhadap PDB dan rasio keseimbangan primer (primary balance) terhadap PDB. Jika pertambahan utang diiringi dengan kenaikan PDB yang sama ataupun Iebih besar bukanlah merupakan ancaman bagi sustainabilitas fiskal.
Primary Balance juga merupakan indikator utama bagi sustainabilitas fiskal dimana dalam penelitian ini diketahui bahwa Primary Balance dipengaruhi oleh overall balance. Dengan kata lain, sustainabilitas fiskal dicapai me;alui peningkatan penerimaan dalam negeri dan pengoptimalisasian pengeluaran negara.
Indikator lainnya yang tidak kalah penting adalah pertumbuhan ekonomi dan tingkat suku bunga. Dalam model yang dibangun dalam penelitian ini terlihat bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh besaran PDB, konsumsi rumah tangga dan pemerintah, investasi, suku bunga, inflasi, PMA, ekspor, impor dan kurs. Sedangkan suku bunga dipengaruhi oleh uang beredar, tingkat pertumbuhan dan lag kurs.
Perkembangan fiscal sustainabilitiy dalam rentang waktu penelitian dapat dikatakan bahwa pemerintah sudah sangat berhati-hati dalam menjaga tingkat sustainabilitas fiskalnya (terlihat dari nilai aktual primary balance yang berada antara 0,82 sampai dengan 3,84). Sedangkan dari hasil simulasi ex-post terlihat bahwa kondisi fiskal yang unsustainable terjadi pada tahun 1998-2003, hal ini lebih disebabkan karena tingginya tingkat suku bunga dari pada tingkat pertumbuhan ekonominya.
Sedangkan dari hasil simulasi ex-ante terlihat bahwa instrumen yang paling efektif untuk mencapai keadaan fiskal yang sustainable adalah kebijakan moneter yang ekspansif. ]umlah uang yang beredar secara langsung akan mempengaruhi variabel suku bunga yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kegiatan investasi sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter untuk menurunkan suku bunga akibat banyaknya uang yang beredar akan merangsang kegiatan investasi sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dari tingkat suku bunga akan menurunkan stok utang sehingga tercapai keadaan sustainabilitas fiskal.