Kecenderungan perusahaan multinasional mempergunakan perjanjian alokasi biaya untuk merencanakan dan membentuk perjanjian komersial internasional menunjukkan tendensi kenaikan. Dan jika direncanakan dan ditata dengan sistematis, perjanjian ini dapat mengatasi kesulitan dan komplikasi masalah transfer pricing dalam transaksi internasional. Alokasi biaya antar unit-unit usaha grup perusahaan multinasional umumnya menggunakan metode biaya tidak langsung dalam pembebanannya, yang mengacu pada prinsip dan metode OECD. Indonesia, dalam hal ini juga menganut kesamaan prinsip dan metode dalam menentukan harga pasar yang wajar dalam transaksi hubungan istimewa.
Penulis melakukan penelitian deskriptif terhadap perjanjian alokasi biaya antar unit usaha perusahaan multinasional, melalui studi literatur yang bersumber dari buku-buku teks, artikel, masalah, karya ilmiah, laporan, majalah/bulletin, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan alokasi biaya; baik peraturan yang berlaku di Indonesia maupun peraturan yang berlaku pada beberapa negara OECD dan non OECD sebagai perbandingan untuk mengetahui sejauh mana kebijakan pajak terhadap prilaku perusahaan multinasional dalam aktivitasnya melalui perjanjian alokasi biaya, implikasi dan indikasi transfer pricing melalui perjanjian tersebut. Data sekunder untuk menunjang penelitian deskriptif yang dilakukan berdasarkan pengalaman penulis pada perusahaan-perusahaan multinasional, khususnya PT. XYZ, dengan mempelajari perjanjian alokasi biaya clan laporan keuangan PT. XYZ sebagai tahapan awal evaluasi ada tidaknya mekanisme transfer pricing yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perkembangan dan peranan perusahaan multinasional dapat mempengaruhi perdagangan internasional dan pajak penghasilan suatu negara, melalui mekanisme transfer pricing yang tidak terlepas dari fenomena usaha grup perusahaan multinasional melakukan ekspansi dengan kecenderungan mengoperasikan usahanya secara desentralisasi. Hal ini tidak terlepas dari keinginan grup perusahaan untuk mencapai tujuan penghematan pajak, melalui ekspor/impor, pelayanan jasa oleh induk perusahaan ataupun unit usaha yang ditunjuk oleh grup perusahaan melalui alokasi biaya, royalti, dan pinjaman dengan bunga oleh induk perusahaan melalui perbankan; dimana penulisan ini difokuskan pada perjanjian alokasi biaya. Prinsip arm's length merupakan acuan dasar dari otoritas pajak suatu negara dalam menempatkan transaksi hubungan istimewa antar unit usaha grup perusahaan multinasional, dimana prinsip tersebut dapat mengeliminasi faktor keuntungan maupun kerugian sepihak dari transaksi hubungan istimewa; walaupun demikian prinsip arm's length tidak efektif pada usaha yang terintergrasi dan bersifat khusus.
OECD memberi petunjuk penanganan transfer pricing harus selaras dengan prinsip arm's length dengan beragam tatacara, dari perbandingan transaksi sampai pada metodemetode peniaian yang dapat dilakukan oleh otoritas pajak suatu negara pada saat melakukan pemeriksaan pajak terhadap unit-unit usaha grup perusahaan multinasional yang berdomisili di negara tersebut. Beragam metode juga dilakukan oleh perusahaan dalam menerapkan mekanisme transfer pricing pada transaksi hubungan istimewa dengan unit-unit usahanya. Salah satu metode yang paling umum digunakan adalah metode cost-based, dan modifikasi metode ini juga sering digunakan baik oleh otoritas pajak maupun grup perusahaan yaitu metode cost-plus.
Otoritas pajak berbagai negara menaruh perhatian yang sangat besar terhadap mekanisme transfer pricing, khususnya perjanjian alokasi biaya; dimana dokumentasi merupakan data pendukung utama untuk menentukan prinsip arm's length atas transaksi hubungan istimewa; dengan pengalihan tanggung jawab pembuktian kepada wajib pajak. Indonesia, dalam hal ini belum memperluas cakupan peraturan perpajakannya sehubungan dengan transfer pricing antar pihak yang mempunyai hubungan istimewa; namun peraturan yang ada masih mengacu pada petunjuk OECD tahun 1979. Hal ini terlihat dari peraturan yang masih berlaku, antara lain: Keputusan Dirjen Pajak nomor KEP-01/PJ.7/1993 dan Surat Edaran Dirjen Pajak nomor SE-04/PJ.7/1993.
Peraturan yang berlaku di Indonesia seyogyanya telah dapat mengakomodir pemeriksaan sehubungan dengan masalah transfer pricing umumnya dan alokasi biaya khususnya; namun dalam pelaksanaannya para pemeriksa masih berpatokan pada Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 17 tahun 2000. Perlunya pengaturan lebih lanjut, dalam hal tanggung jawab pembuktian, pembatasan jangka waktu kerugian usaha untuk mencapai keseimbangan dan keadilan alokasi penghasilan pajak; serta memperluas cakupan Keputusan Dirjen Pajak No. Kep-62/PJ/1995 dengan memasukkan Wajib Pajak dalam negeri karena kesamaan bentuk dan manfaat alokasi antara alokasi biaya untuk bentuk usaha tetap (BUT) dan Wajib Pajak dalam negeri.
Peningkatan kualitas para pemeriksa pajak dalam penguasaan peraturan perpajakan sehubungan dengan transfer pricing, kerjasama antar instansi terkait di Indonesia dan pihak otoritas pajak negara lainnya, serta tindak lanjut para pembuat kebijakan dan peraturan perpajakan merupakan hal yang disarankan.
Mainstream of multinational companies are increasingly using Cost Contribution Agreements to structure and plan their international commercial agreements. And if structured and documented properly, these agreements can provide with solution to difficult and complicated transfer pricing issues in global business. Cost contribution among the business units of multinational company generally use method of indirect expenses in its encumbering, what related to principal and method of OECD. Indonesia, in this case also embraces equality of principal and method in determining the arm's length price in the special relationship transactions.A writer conduct an descriptive research to Cost Contribution Agreements among the business units of multinational company, through study of literature from textbooks, articles, working papers, journals, reports, bulletins, regulation which deal with cost contribution; even regulation going into effect in Indonesia and also the regulation going into effect in OECD and non OECD countries as comparison to know how far the tax policy effected to multinational companies in its activity through Cost Contribution Agreements, implication and indication of transfer pricing through the agreements. The secondary data to support descriptive research done by pursuant to experience of a writer at multinational companies, specially PT. XYZ, learnedly the Cost Contribution Agreements and financial statement of PT. XYZ as the first step of evaluation that no mechanism of transfer pricing which is disagree with rule going into effects.Growth and roles of multinational companies can influence international trades and income taxes of an countries, through mechanism of transfer pricing which is not quit of phenomenon effort the group of multinational companies in conduct expansion with tendency operate effort by decentralized. This matter is not quit of desire of the group of companies to reach target of tax savings, through exports/imports, service activities by parent companies and or business units which showed by the group of companies through costs contribution, royalties, and loans with interests by parent companies through banking; where this writing focused at Cost Contribution Agreements. The arm's length principle represent elementary reference from tax authority of a country in placing the special relationship transactions of the business unit of a group multinationals efforts, where the principle can eliminate of advantage factors and also unilateral losses from the special relationship transactions; even though the arm's length principle is not effective at the integrated efforts and have the special characters.OECD give an guideline in handling transfer pricing have to be in harmony with the arm's length principle at the ways of immeasurable, from comparison of transaction come up with method of assessment which can be done by the tax authority of a country at the time of conducting the tax audit to the business unit of a group multinational company which living in the country. The method also has done by company in applying mechanism of transfer pricing at the special relationship transactions with business units efforts. One of method, which most commonly used is cost-based method, and modification of this method also often used by the tax authority and also a group of company that is cost-plus method.The tax authorities of various countries put a profound interests to mechanism transfer pricing, specially the Cost Contribution Agreements; where documentation represent as a main supporting data to determine the arm's length principle for the special relationship transactions; with transfer of verification responsibility to a Taxpayer. Indonesia, in this case not extended the taxation regulation coverage yet, referring to transfer pricing between a parties having a special relationship, but the existing regulations still relate with OECD Guideline for the year of 1979. This matter seen from the regulations which still go into effect, for example: Tax Director Decision Letter number KEP-O1/PJ.7/1993 and Tax Director Circular Letter number SE-04/PJ.7/1993.The regulation going into effect in Indonesia have earned to accommodate audit properly referring to transfer pricing problem generally and the cost contribution specially; but in its execution all tax auditors still based on Section 6 and Section 9 Income Tax Law number 7 of the year 1983 as have been altered by the Law number 17 of the year 2000. The importance of furthermore arrangement, in the case of responsibility verification, restriction of business losses duration to reach justice and balance of tax income allocation, and also extend the coverage of Tax Director Decision Letter number Kep-62/P3/1995 with included Domestic Taxpayers because the equality form and the allocation benefit among the cost contribution to Permanent Establishment and Domestic Taxpayers.Improvement of all tax auditors quality in hand of mastery the taxation regulation referring to transfer pricing, cooperation among the related institutions in Indonesia and the tax authorities of other countries, and also follow-up of the taxation regulation and policy maker represent suggested matters.