Didalam melaksanakan kegiatan ekonomi perusahaan para pelaku usaha akan selalu menjalankan dengan cara-cara yang baik sesuai aturan-aturan yang biasa digunakannya, namun seringkali menjumpai masalah diantara para pelaku usaha tersebut. Keadaan seperti itu sesungguhnya sudah disadari sejak awal oleh pelaku usaha, oleh karena itu jauh-jauh hari sudah disiapkan juga suatu cara-cara pemecahan bila masalah-masalah tersebut memang benar-benar menjadi kenyataan dan tidak dapat dihindari.
Disamping penyelesaian sengketa dengan cara musyawarah dimana cara ini merupakan cara penyelesaian sengketa paling sederhana namun dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa, maka apabila cara ini gagal ditempuh biasanya menggunakan cara-cara lain diantaranya adalah mediasi.
Sudah lama diketahui bahwa penyelesaian perkara melalui pengadilan menghabiskan banyak waktu, apalagi apabila harus melalui proses banding, kasasi, ataupun peninjauan kembali, disamping diperlukan biaya-biaya yang cukup tinggi. Itulah sebabnya kemunculan cara arbitrase, menjadi tandingan yang nyata bagi pengadilan, mengingat proses arbitrase dibatasi hanya enam bulan. Dalam waktu enam bulan tersebut harus sudah ada putusan, sedangkan putusannya sendiri bersifat final dan mengikat.
Dikeluarkannya Undang-Undang No.30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan suatu produk hukum yang ditunggu-tunggu pelaku usaha, hal ini terlihat betapa antusiasnya pelaku usaha menggunakan cara ini, dan tampak nyata makin padatnya acara-acara penyelesaian perkara melalui arbitrase.
Pada saat ini keberadaan Badan Arbitrase Nasional Indonesia sangat menonjol, hal mana tidak terlepas dari menonjolnya keunggulan arbitrase, terutama sekali karena unggulnya disebabkan karena waktu penyelesaian lebih cepat, putusan cepat diperoleh, biaya pun relatif lebih murah, jika dibanding penyelesaian perkara diselesaikan melalui pengadilan, dimana penyelesaian proses pengadilan sehingga diperoleh suatu putusan tetap, memerlukan waktu yang lama malahan hingga beberapa tahun.
Bagi para pelaku usaha kecepatan penyelesaian sengketa adalah sangat perlu, sebab disamping segera terbebas dari hambatan karena masalah tersebut, waktu akan diperuntukkan bagi pengembangan usaha.
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menangani banyak masalah seperti disebut didalam buku pelayanannya disebutkan bahwa bahan-bahan yang dapat diarbitrasekan adalah: Asuransi, Keuangan Perbankan, Paten, Hak Cipta, Penerbangan, Telekomunikasi, Ruang Angkasa, Kerjasama, Pertambangan, Angkutan Laut & Udara, Lingkungan Hidup, Fabrikasi, Industri, Perdagangan, Lisensi, Keagunan, Hak Milik Intelektual, Design, Konsultasi, Distribusi, Maritim & Perkapalan, Konstruksi, dan Penginderaan Jauh.
Dari begitu banyak bidang yang dapat ditangani oleh BANI, pada saat ini terutama setelah terjadi kelesuan ekonomi pada 1997, masalah-masalah konstruksi menjadi sangat menonjol.
Seiring dengan perkembangan pembangunan negara maka hal yang sangat menjadi dasar perkembangan kemajuan negara adalah bertumpu pada masalah kebutuhan sarana dan prasarana pembangunan negara.
Terpenuhinya kebutuhan prasarana dan sarana pembangunan negara, seperti pembangunan jalan, jembatan, bendungan, lapangan terbang, pelabuhan, gedung bertingkat untuk perkantoran maupun untuk tempat tinggal maupun gudang-gudang merupakan sarana yang wajib ada untuk dapat memperlancar roda ekonomi. Pada saat ini negara kita sedang giat-giatnya memacu pembangunan sarana dan prasarana tersebut, dengan harapan tercapainya pembangunan tersebut akan mempercepat pertumbuhan ekonomi negara.
Bidang kerja seperti tersebut diatas sering disebut bidang konstruksi. Kegiatannya sangat tipikal, malahan yang lebih menonjol lagi bidang tersebut dibawah penanganan dan pengawasan suatu departemen yang dikenal dengan nama Departemen Pekerjaan Umum.
Didalam praktek pelaksanaan pembangunan banyak melibatkan konstruktor-konstruktor dari dalam negeri, maupun dari luar negeri, mengingat sebagian biaya pembangunan tersebut berasal dari luar negeri juga, disamping untuk pelaksanaan konstruksi-konstruksi khusus memerlukan ahli-ahli khusus pula dari luar negeri.