Pajak Bilyard sebagai salah satu sumber penerimaan daerah di Kota Depok di Tahun 2004, dalam upaya penetapan targetnya belum optimal. Berangkat dari hal tersebut di atas, penelitian tesis ini bermaksud untuk membahas masalah penetapan target, melalui pelacakan terhadap kapasitas pajak (potensi pungut pajak) sehingga Pemda Kota memiliki pedoman yang objektif dalam penentuan target, dan apabila terjadi gap antara realisasi dengan target dapat dibuat langkah kebijakan-kebijakan untuk mengoptimalkan penerimaan.
Pendekatan yang dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian tesis ini, terutama untuk mengetahui besarnya potensi riil pajak bilyard pada tahun t, diperoleh dengan cara mengalikan tarif pajak bilyard dengan keseluruhan omset bilyard. Kapasitas Pajak Bilyard, diestimasi dengan sistem Fiskal Refresentatif. Karena cara ini selain lebih mudah dibanding cara lain (cara langsung/regresi) juga dapat dilacak basis pajaknya. Di samping ada kelemahan yaitu data dari Dipenda-dipenda apakah benar keakuratannya. Cara Sistem Fiskal Refresentatif yang digunakan menyertakan beberapa daerah lain sebagai acuan dengan karakteristik sosial ekonomi yang relatif sama.
Berdasarkan hasil hitungan dapat diketahui potensi riil pajak Kota Depok yang penelitiannya di lapangan di lakukan pada Bulan Desember 2004 s/d Februari 2005 adalah Rp 278.484.426,00 dengan rata-rata perkiraan penerimaan perbulan sebesar Rp 23.070.035,50 dan kapasitas pajaknya dengan basis pajak yaitu jumlah bilyard yang ada di dipenda/yang rill di lapangan. Dari hasil perhitungan terlihat bahwa tarif efektif rata-rata pungutan pajak untuk setiap bilyard yang beroperasi adalah 2.607.903,63. dari Kota dan Kabupaten yang dijadikan pembanding Kota Bogor sebesar 4.491.620,208 merupakan yang terbaik dan lebih mendekati rata-rata, diikuti Kota Bekasi sebesar 2.414.191,176, dan Kota Depok sebesar 2.369.899,706 tarif efektifnya masih di bawah walaupun walaupun selisihnya tidak terlalu jauh dari rata-rata, sedangkan Kabupaten Bogor sebesar 1.155.904,762 masih jauh dibawah rata-rata. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam pengelolaan pajak bilyard yang tercermin dari tarif efektifnya di Kabupaten Bogor. Adapun upaya pemungutan pajak bilyard (tax effort) yang diperoleh dari perhitungan saat setelah memasukkan 2 bilyard yang belum terdaftar yaitu P Bilyard dan Q Bilyard adalah 90,87%, dengan kapasitas panerimaan Pajak Bilyard tahun 2004 sebesar Rp 44.334.361,71 sedangkan realisasi penerimaan pajaknya Rp. 40.288.295,-. Hal ini terjadi karena adanya potensi Wajib Pajak Bilyard yang belum dimasukkan sebagai wajib Pajak di Kota Depok.
Apabila realisasi penerimaan pajak bilyard tahun sebelumnya tadi, dijadikan dasar untuk menghitung dan menetapkan target, selain angkanya tidak optimal, implikasinya kasalahan ini akan terbawa lagi ke tahun berikutnya dan sangat menpengaruhi target yang akan dibuat dan cenderung menjadi rendah.
Panyebab lain menjadi rendahnya target yang dibuat adanya pemahaman yang keliru dalam menilai prestasi kerja di lingkungan Dinas Penghasil Penerimaan. Dimana suatu prestasi kerja dinilai atas pencapaian suatu target, akibatnya untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi, akan ada kecenderungan menentukan target yang rendah.
Berdasarkan hipotesa, target yang didasari perkiraan (taksasi) efektifitas pemungutannya sangat efektif, namun bila perhitungan target berdasarkan potensi sebenarnya dilapangan, maka pemungutan Pajak Bilyard selama tahun 2004 masih belum efektif (optimal), karena masih jauh dari kapasitas yang sebenarnya.
Masih belum optimalnya upaya pemungutan Pajak Bilyard di Kota Depok dimana realisasi penerimaan jauh di bawah potensi riilnya, sebagian besar disebabkan faktor-faktor berikut: (i) ketidakmampuan pemda untuk menprediksi tingkat pemanfaat meja bilyard perhari, baik terhadap objek maupun subjek pajak, karena tidak didukung oleh kualitas dan kuantitas SDM yang memadai. (ii) sarana dan prasarana yang tersedia belum cukup memadai, terutama sarana transportasi kendaraan bermotor yang menpunyai mobilitas tinggi (seperti sepeda motor), untuk melakukan observasi/sensus, sehingga ketidak tersedianya dapat berdampak pada rendahnya produktivitas, karena lebih memilih yang prioritas yaitu dalam menagih pajak yang ada. (iii) kurangnya keterbukaan dan pihak pengelola sebagai pihak yang menbantu pemda dalam mengimformasikan melalui laporan atas perolehan pajak bilyard yang dipungut sesuai dengan semestinya(cenderung rendah). (iv) kurangnya pengendalian dan pengawasan yang dilakukan oleh petugas pemungut. Yang memang punya kewenangan yang sangat luas (disamping menetapkan pajak, sekaligus memungut pajak) berpeluang terhadap terjadinya kolusi dengan pengelolah Bilyard. (v) Belum adanya (kurangnya) pencatatan yang baik di semua bilyard sehingga sulit melacak potensi sebenarnya tanpa mengadakan sensus/observasi langsung.
Dalam upaya mengoptimalkan penerimaan pajak bilyard perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM perlu peningkatan kualitas dengan peningkatan pendidikan dan keterampilan,pelatihan, perlu dukungan anggaran untuk peningkatan SDM, memberlakukan prosedur pungut yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku serta perlu melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dan berkelanjutan guna tindakan perbaikan.