Polisi wanita (polwan) yang sudah menikah memiliki tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga, pendamping dan pendorong suami serta ibu bagi anak-anaknya. Semangat untuk berprestasi dan kesuksesan untuk mencapai karir di Kepolisian, hendaknya harus pula diikuti dengan keberhasilan dalam membina kehidupan rumah tangga. Polwan merupakan bagian integral dari Polri hingga tidak dapat terlepas dalam dinamika organisasi Polri guna mewujudkan profesionalismenya. Menjadi seorang polwan dihadapkan kepada dua hal yang sama penting dan berat, yaitu keberhasilan sebagai polisi dan kesuksesan membina rumah tangga. Kewajiban polwan sebagai seorang wanita adalah menjadi pendorong bagi suami serta ibu bagi anak-anaknya. Sementara itu prestasi dan kesuksesan untuk mencapai karir di Kepolisian harus pula diikuti keberhasilan dalam membina kehidupan rumah tangga.
Tuntutan atau role expectation dari kedua peran dalam keluarga maupun dalam pekerjaan inilah yang kemudian dapat menimbulkan konflik peran pada polwan yang sudah menikah. Hal ini sejalan dengan penjelasan Lindzey & Aronson (1968 dalam Wulandari 1997) bahwa konflik peran dapat terjadi ketika seorang memiliki dua atau Iebih posisi secara bersamaan, dimana pemenuhan harapan dari satu peran tidak sesuai dengan peran lainnya. Frieze (1978 dalam Wulandari 1997) juga menambahkan, bahwa wanita yang telah menikah dan memiliki anak setidaknya akan mengalami konflik antara tugasnya sebagai ibu rumah langga dengan tugasnya sebagai wanita. Selain itu, ia juga akan mengalami beban yang berlebih dari setiap peran yang dimilikinya. Hal ini akan membuat wanita mengalami kesulitan dalam mengamr waktu karena peran-peran yang dimiliki menuntut waktu yang tidak sedikit.
Sejalan dengan hal tersehut di atas, Stevenson (1994 dalam Wulandari 1997) mengungkapkan bahwa stres yang paling berat bagi wanita adalah mengintegrasikan peran mereka dalam keluarga dengan peran dalam pekerjaan. Hal ini didukung oleh pendapat Burden et. al (dalam Thomas &. Ganster, 1995) bahwa potensi akan terjadinya konflik dan stres meningkat sejalan dengan usaha seorang dalam menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga.
Penelitian ini bermaksud untuk melihat lebih lanjut mengenai fenomena konflik peran sebagai polwan dan ibu rumah tangga yang dialami oleh polwan yang sudah menikah. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif berupa wawancara mendalam terhadap enam orang subyek guna memperoleh pemahaman mendalam mengenai konflik yang dihadapi dan coping yang dilakukan subyek.
Dari wawancara kualitatif yang dilakukan terhadap keenam subyek, diperoleh hasil bahwa masing-masing subyek tetap akan rnenemui konflik dalam hubungannya dengan kedua peran yang dijalani. Konflik peran terjadi terutama dengan polwan yang sudah memiliki anak dan kurang mendapat dukungan dari pihak keluarga. Konflik peran tersebut terjadi ketika subyek kurang mampu mengontrol diri dan emosi dalam keadaan lelah, kurangnya waktu yang cliberikan kepada suami dan anak, tidak dapat memenuhi keinginan anak untuk rekreasi. Dampak dari konflik peran yang dimiliki oleh keenam subyek juga bervariasi, diantaranya seperti terjadinya konflik kecil antara dengan suami yang menyebabkan terganggunya konsentrasi dalam pekerjaan, sikap yang lebih protektif terhadap anak, kondisi psikis yang Iebih mudah mengalami stres, pcrasaan bersalah terhadap keluarga.
Seluruh subyek memilih melakukan coping yang berfokus pada masalah (problemfocused coping) dalam mengatasi stres yang disebabkan oleh konflik yang dialami. Sementara itu tiga subyek tidak hanya melakukan coping dengan berfokus kepada masalah yang dihadapinya saja, melainkan juga dengan menggunakan coping yang berfokus pada emosi mereka (emotion-focused coping). Dalam melakukan coping nya, keselumhan subyek memanfaatkan sumber claya yang bersifat eksternal yang berupa dukungan sosial dari anggota keluarga dan tenaga komersial (pembantu). Dukungan sosial yang diperoleh dari keluarga yaitu berupa dukungan emosi (emotional support), informasi (informational support), harga diri (esteem support). Sementara sumber daya internal yang dimiliki oleh beberapa subyek adalah sumber daya fisik meliputi kesehatan dan energi.