Akhir-akhir ini, banyak bermunculan bank yang menggunakan prinsip syariah. Di Indonesia sendiri, sudah terdapat undang-undang yang mengakomodasi perbankan syariah. Yaitu UU No. 7 Tahun 1992 kemudian diikuti dengan UU No. 10 Tahun 1998, serta peraturan perundangan yang lainnya. Selain Bank Umum, BPR jugs dapat menggunakan prinsip syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Pokok permasalahan adalah:
1. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh BPRS Harta Insan Karimah dalam mengatasi risiko kegagalan usaha dari mitra usahanya pada perjanjian pembiayaan investasi?
2. Bagaimana proses penyelesaian permasalahan tersebut pada BPRS Harta Insan Karimah?.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dan didukung wawancara dan tipologi Penelitian adalah penelitian evaluatif.
Kesimpulan dari pokok permasalahan point satu di atas yaitu ada dua tahap. Tahap tersebut diterapkan pada saat sebelum perjanjian dan setelah perjanjian. Tahap sebelum perjanjian adalah BPRS melakukan penilaian secara seksama dengan menggunakan konsep 5 C's. Tahap setelah perjanjian adalah ma BPRS akan memberikan peringatan maksimal sampai tiga kali. Kemudian pihak BPRS akan melakukan penagihan ke tempat penerima pembiayaan. Apabila ternyata nasabah memang tidak mampu membayar pinjamannya, karena kegagalan usaha, maka BPRS akan melakukan penyelamatan pembiayaan yaitu antara lain reschedulling, reconditioning, atau restructuring. Tetapi apabila memang upaya di atas tidak berhasil, upaya terakhir akan dilakukan yaitu penjualan barang jaminan. Sedangkan kesimpulan atas pokok permasalahan point dua adalah BPRS Harta Insan Karimah dalam mengatasi risiko pembiayaan tersebut adalah dengan melalui musyawarah. Bila hal tersebut tidak dapat diselesaikan, maka akan dibawa ke BASYARNAS. Namun sampai saat ini belum ada kasus yang dibawa ke BASYARNAS.
Saran yang dapat penulis berikan adalah:
1. BPRS Harta Insan Karimah dapat lebih menerapkan peraturan perundangan dalam melaksanakan kegiatan usahanya,
2. Pemerintah sebaiknya mengganti kata Perkreditan dalam BPRS menjadi Pembiayaan,
3. Agar DPS lebih memaksimalkan peranannya dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha BPRS Harta Insan Karimah,
4. Pada pemberian pembiayaan ulang, sebaiknya pihak BPRS lebih mengawasi perkembangan usaha dari mudharib,
5. Pemberian dispensasi berupa perpanjangan waktu pelunasan sampai dengan pengikhlasan sisa hutang kepada nasabah yang wanprestrasi karena force majeur.