Keputusan pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga mengakibatkan debitor demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus harta kekayaannya, dan sejak dinyatakan pailit pengurusan dan pemberesan harta pailit beralih kepada Kurator. Pasal 185 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 menentukan pahwa harta pailit harus dijual secara lelang. Pemberesan harta pailit dengan mekanisme lelang pada dasarnya merupakan alternatif yang tepat dan cepat dalam era globalisasi dan reformasi dewasa ini, karena penjualan secara lelang bersifat obyektif, kompetitif, transparan, built in control dan otentik. Dalam hal penjualan lelang tidak tercapai maka penjualan di bawah tangan dapat dilakukan dengan ijin Hakim Pengawas.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apabila tidak berhasil melakukan penjualan dengan cara lelang dapatkah Kurator langsung memilih cara penjualan di bawah tangan. Bagaimana dikatakan seorang Kurator tidak berhasil dalam melaksanakan lelang dan bagaimanakah peran Kurator agar lelang tersebut dapat berjalan dengan lancar, efektif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Penelitian untuk menyusun tesis ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang berbentuk yuridis normatif, penelitian yang bersifat eksplanatoris, dan penelitian ini bertujuan untuk memecahkan masalah. Dalam pemberesan harta pailit apabila lelang yang dilaksanakan tidak berhasil, Kurator tidak dapat begitu saja melakukan penjualan di bawah tangan, melainkan Kurator terlebih dahulu harus melakukan lelang ulang. Apabila lelang ulang tidak berhasil dengan ijin Hakim Pengawas dapat dilakukan penjualan dibawah tangan dan Kurator harus dapat mempertanggungjawabkannya. Kurator harus menghindari adanya benturan kepentingan dan turut berperan aktif sejak tahap persiapan lelang sampai dengan pasca lelang.