Negara merupakan otoritas publik yang memiliki kewenangan serta kedaulatan yang besar terutama berkaitan dengan semua kegiatan yang dilakukan dalam daerah yg tunduk pada yurisdiksinya. Kondisi tersebut telah menempatkan adanya superioritas negara dalam hubungan yang timbul baik antara negara sebagai pihak dalam transaksi bisnis internasional ("TBI") maupun terhadap hubungan yang timbul antara negara sebagai negara tuan rumah (host country) dengan investorasing. Negara dalam TBI mempunyai kedudukan yang mau tidak mau harus diakui "lebih tinggi" dari individu maupun badan hukum. Oleh karena itu kedudukan negara sebagai salah satu pihak dalam TBI menyebabkan timbulnya kompleksitas tertentu dibandingkan dengan kontrak komersial biasa. Dalam tesis ini penulis mencoba mengangkat suatu topik yang terkait dengan hubungan yang timbul antara negara sebagai negara tuan rumah dengan pihak asing, yaitu pengambilalihan hak milik asing oleh negara (property taking). Sebelumnya harus dibedakan antara bentuk pengambilalihan yang diakui oleh hukum internasional yaitu nasionalisasi dengan intervensi yang akan dibahas dalam tesis ini. Dalam hukum internasional dikenal dua istilah intervensi yaitu intervensi menurut hukum internasional publik dan intervensi dalam transaksi bisnis internasional. Intervensi yang dimaksud dalam tesis ini yaitu sebagai bentuk campur tangan negara dalam transaksi bisnis internasional yang dapat berupa sebagai creeping expropriation berwujud breach of contract maupun pencabutan izin bahkan juga dapat berupa illegal confiscation seperti pendudukan tanpa hak. Bentuk-bentuk intervensi negara dalam TBI di Indonesia dapat dilihat dalam kasus-kasus yang akan dibahas dalam tesis ini yaitu kasus Karaha Bodas v. PERTAMINA & PLN serta kasus AMCO ASIA v. Republik Indonesia. Sebagai tambahan juga dibahas mengenai kasus penerbitan Promissory Notes DepHanKam dalam kasus Curtis A. Phaneuf vs Republik Indonesia, et. al yang menjadi gambaran pembatasan negara sebagai jure imperil dan negara sebagai jure gestiones.
A state is a public authority which has a sovereignty over within territories under its jurisdiction". This sovereignity grants the state a superiority in international relations whether as a party in an international business transactions ("IBT") or as a host country for foreign investors. In the IBT, even though the state acts in its private capacity, it is still considered that the state posseses a "higher" position than an individual or legal entity. Therefore its position as a counter party in the IBT causes a significant complexity as compared to ordinary commercial transactions. In this thesis, the writer distinguishes two kinds of property taking acknowledged by international law, namely nationalization and intervention. This thesis will focus on intervention, which consists of intervention based on public international law and intervention on the IBT. In this thesis, the intervention on the IBT is defined as a state involvement in the IBT. The writer also discusses creeping expropriation which essentially leads to a breach of contract, license revocation or even illegal confiscation such as unlawful possession. The state intervention in the IBT in Indonesia can be seen in cases discussed, i.e. Karaha Bodas v. Pertamina & PLN and AMCO ASIA v. Republic of Indonesia, et. al. In addition, this thesis will also discuss about the issuance of Promissory Notes by The National Department of Defense and Security Council which describes acts of the state as juri imperil and jure gestiones.