Proses penegakan hukum dalam penanggulangan kejahatan atau tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat adalah merupakan salah satu mata rantai dari fungsi Jaksa, dimana fungsi tersebut tidak dapat terlepas dan dipisahkan dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan, dan eksekusi. Pelaksanaan penyidikan yang baik akan dapat menentukan keberhasilan penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum di depan persidangan. Dalam sistem peradilan peranan kejaksaan sangat sentral karena kejaksaan merupakan oleh lembaga yang menentukan apakah seseorang harus diperiksa pengadilan atau tidak. Jaksa pula yang menentukan apakah seorang tersangka akan dijatuhi hukuman atau tidak melalui kualitas surat dakwaan dan tuntutan yang dibuat. Dengan demikian terlihat keterkaitan antara penyidikan dengan tugas penuntutan perkara yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan Umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dalam melaksanakan fungsi, tugas, wewenangnya, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara dibidang penuntutan harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan keadilan yang hidup dalam masyarakat. Oleh karena itu peran Kejaksaan sebagai salah satu ujung tombak dalam penegakan hukum diharapkan dapat menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Dalam kaitannya dengan masalah jaminan kepastian hukum, pelaksanaan hak asasi manusia, dan perlindungan hukum ini, maka perlu kiranya kita perhatikan dan telaah suatu kewenangan yang dipunyai oleh Kejaksaan yang pada saat era orde baru maupun sampai sekarang ini yang sempat menjadi bahan perbincangan dikalangan masyarakat dan menjadi perhatian di media massa, yaitu mengenai pencegahan dan penangkalan yang sering disingkat dengan pencekalan. Pencegahan dan penangkalan disini adalah suatu tindakan berupa pelarangan terhadap orang-orang tertentu untuk masuk ataupun keluar wilayah Indonesia, hal yang demikian ini merupakan suatu pembatasan terhadap kebebasan bergerak seseorang.
Proses mencegah atau menangkal orang pun tidak bisa sembarangan. Instansi yang boleh meminta pencegahan dan penangkalan pun dibatasi. Permintaan pencegahan terhadap seseorang hanya bisa datang dari empat instansi, yakni Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Keuangan, Jaksa Agung dan Panglima TNI. Yang menjadi menarik disini ialah, masih terasa diingatan penulis para tersangka tindak pidana korupsi yang menurut Kejaksaan sudah dilakukan pencekalan untuk tidak bisa melarikan diri tetapi ternyata mereka kabur dengan mudah melalui jalur yang resmi ataupun jalur yang tidak resmi. Penelitian ini membahas permasalahan penerapan tindakan pencegahan dan penangkalan oleh Kejaksaan terhadap tersangka tindak pidana. Tindakan tersebut apakah bertentangan dengan hak asasi manusia. Upaya apa yang dilakukan oleh Kejaksaan terhadap tersangka tindak pidana yang sudah dikenakan pencekalan kemudian melarikan diri ke luar negeri. Berdasarkan hasil penelitian maka tindakan pencekalan merupakan bagian dari pelaksanaan wewenang penyelidik, penyidik dan penuntut umum serta tindakan tersebut tidak perlu mendapat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Tindakan pencekalan tidak bertentangan dengan hak asasi manusia, sebab ada dasar hukumnya. Upaya yang dilakukan oleh Kejaksaan adalah mengajukan permohonan ekstradisi melalui jalur diplomatik Jaksa Agung.