Training adalah salah satu sarana yang umum digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan kompetensi pegawainya. Menyelenggarakan training telah sering dilakukan, namun hanya sebagian perusahaan saja yang kemudian juga melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan training-nya. Evaluasi training sebenarnya telah disadari merupakan kegiatan yang harus dilakukan agar perusahaan dapat meyakini bahwa training yang diselenggarakannya tersebut benar-benar memberikan dampak yang positif bagi peningkatan kinerja pegawai maupun perusahaan secara keseluruhan.
Pada tahun 1959, Donald L. Kirkpatrick mengemukakan pendapatnya mengenai evaluasi training yang dikenal sebagai teori The Four Levels, suatu teori yang sangat terkenal dan telah menjadi bahan diskusi selama bertahun-tahun. Teori tersebut pada intinya menyatakan bahwa kegiatan evaluasi training dapat dibagi menjadi empat tingkat/level, yaitu: Level 1 (Reaction), Level 2 (Learning), Level 3 (Behavior), dan Level 4 (Results).
Menurut Kirkpatrick, keempat level evaluasi tersebut perlu dilakukan secara lengkap agar efektivitas suatu training dapat diukur secara utuh. Masalahnya, tidak setiap level evaluasi dapat dengan mudah dilakukan. Level 1 dan Level 2 telah sering dilakukan karena relatif mudah, murah, dan dilakukan pada saat training berlangsung, sementara Level 3 dan Level 4 lebih jarang dilakukan antara lain karcna kendala waktu, biaya, dan metode penelitian yang lebih rumit serta dilakukan setelah eks-peserta training kembali ke tempat kerjanya semula.
Dalam perkembangan selanjutnya, disadari bahwa efektivitas training perlu diteliti dalam ukuran-ukuran finansial, antara lain dalam bentuk Return on Training Investment (ROTI), agar dapat memberikan informasi yang tegas dan nyata kepada perusahaan mengenai kontribusi training terhadap kinerja perusahaan. Dapat tidaknya RDTI diukur telah menjadi bahan perdebatan para peneliti. Kirkpatrick sendiri berpendapat bahwa hal tersebut tidak mungkin dilakukan karena menurutnya training hanyalah salah sate faktor dari sekian faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang dan bahwa faktor-faktor tersebut sangat sulit untuk diisolasi satu dengan lainnya. Results dari suatu training juga menurutnya sangat sukar untuk diidentifikasi. Sebaliknya, peneliti yang lain tidal( hanya menyatakan bahwa ROTI dapat dihitung namun juga menekankan pentingnya evaluasi training dilakukan hingga tahap perhitungan ROTI.
Penelitian yang dilalukan penulis ini bertujuan untuk mengevaluasi training pada Level 3 dan Level 4 serta menghitung ROTI dari training tersebut. Penelitian dilakukan di Bank X, suatu bank milik negara, alas training Selling Retail Bank Services (SRBS) yang telah diselenggarakan bank tersebut selama beberapa tahun terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa training SRBS memiliki performa yang baik pada Level 3 dan Level 4, serta ROTI sebesar 441% yang mengindikasikan bahwa manfaat yang diperoleh dari training tersebut jauh lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraannya.