Membandingkan Konvesi Roma mengenai ICC (International Criminal Court) dengan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan sualu langkah awal yang harm dilakukan apabila ada niat pemerintah unluk meratifikasi Kovensi Roma. Sebagai syarat utama meratifikasi Konvensi Roma adalah menghindari adanya sualu ketidaksesuaian antara hukum nasional yang berlaku dengan Kovensi Roma Negara mempunyai tanggung jawab untuk melakukan penuntutan dan menyelaraskan hukum pidana dan hukum acara pidananya sesuai dengan konvensi. Konvensi Roma menyatakan "No reservations may be made to this Statute". Namun dalam UU No. 26/2000 penyelasaran yang dilakukan secara parsial telah menimbulkan suatu permasalahan dalam praktiknya, Komunilas hukum di Indonesia sangat mengerti kosekuensi dan meratifikasi Konvesi Roma seperti melakukan kerjasama dengan ICC dalam hal penyelidikan, penangkapan, dan pemindahan tersangka. Akan tetapi harusjuga dipikirkan foktor lain seperti dimungkinkannya ekstradiksi terhadap warga negara sendiri, menjamin berlakunya yurisdiksi universal. Dengan demikian beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan ratifikasi terhadap Konvesi Roma, agar tidak terjadi kesalahan dalam mengabil kebijakan.