Banyak orang mengatakan bahwa penerjemahan adalah "seni". Jadi, penerjemahan didasari oleh kiat yang bertujuan memperoleh padanan bagi bahasa sumber (BSu), sehingga pesan yang terkandung dalam Bsu dapat diungkapkan kembali di dalam bahasa sasaran (BSa). Akan tetapi, hal di atas tidak cukup. Penerjemahan harus ditempatkan dalam konteks komunikasi, khususnya komunikasi kebahasaan. Nida dan Taber (1974:1) mengemukakan bahwa "Correctness must be determined by the extent to which the average reader for which a translation is intended will be likely to understand it correctly." Pernyataan di atas dapat kita pahami dan dapat kita jabarkan selanjutnya sebagai berikut: (1) sebelum mulai mengalihbahasakan sebuah teks, penerjemah harus memahami pesan yang terkandung dalam teks tersebut, (2) siapa pengirim pesan itu, ditujukan kepada siapa, dan siapa calon pembaca dalam Bsa? (3) makin jelas (terbatas) calon pembaca hasil penerjemahan kita, makin "mudah" kita membuat keputusan tentang pilihan bentuk bahasa dalam proses penerjemahan kita, (4) benar tidaknya suatu terjemahan berkaitan dengan apakah pesan dalam Bsu diterima secara sepadan dalam BSa.