Daun lontar (selanjutnya disebut lontar saja) merupakan media untuk menulis karya sastra Ball kuno. Dengan bidang tulis yang memanjang biasanya berukuran 3 x 40 Cm dan ditulis dari kiri kekanan. Alat tulis yung dipergunakan adalah pisau berujung runcing yang diberi nama 'pengutik' sehingga huruf terbentuk dari torehan pada lontar tersebut. Satu topik bisa terdiri dari puluhan lembar daun lontar disimpan sebagai satu kesatuan yang disebut 'keropak'. Pemeliharaan lontar ini secara tradisional menggunakan minyak hasil perasan kemiri yang dibakar dan dioles dipermukaan lontar. Minyak ini akan memperjelas torehan di daun lontar dan melindungi lontar dari kerusakan akibat dimakan serangga..
Karya-karya sastra yang tertuang pada lontar ini merupakan hasil pemikiran pujangga pada masa kejayaan kerajaan Hindu atau ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh 'pedanda' (pendeta agama Hindu), 'balian' (dukun), raja atau cendikiawan Hindu. Kesulitan pemeliharaan lontar dan kurangnya minat generasi muda untuk mempelajah tata nulis huruf Bali menyebabkan perkembangan kebudayaan yang tinggi ini berjalan sangat lambat bahkan nyaris terhenti. Ilmu wariga (perhitungan baik-buruknya hari), asta kosala-kosali, pengobatan tradisional dan lain-lain menjadi tidak berkembang dan dikuasai beberapa orang saja tanpa adanya proses alih pengetahuan ke generasi berikutnya secara memadai karena usaha untuk menterjemahkan ke dalam huruf Latin dirasakan sangat kurang. Penterjemahan ke hurut Latin juga akan mengurangi kesempatan berkembangnya pengetahuan, pemahaman dan pemakaian huruf Bali.