Krisis moneter di tahun 1997 mengakibatkan beberapa bank yang diniiai tidak sehat diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Negara, selaku badan yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan KeppresNomor 27 Tahun 1998, dibentuklah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999 tentang Badan Penyehatan Perbankan. Tugas badan ini pada intinya adalah melakukan tindakan untuk melakukan penyelamatan perbankan nasional Indonesia akibat krisis moneter.
Krisis perbankan ini terjadi disebabkan berbagai hal, antara lain karena pada waktu memberikan kredit, sebagian besar bank tidak memperhatikan asas kehati-hatian dan menaati BMPK. Bank-bank memberikan kredit dengan jumlah yang besar kepada grop sendiri.
Aset kredit bank tidak sehat maupun bank likuidasi yang diambil alih oleh pemerintah melaui Badan Penyehatan Perbankan Negara kemudian dijual kepada investor, baik melalui sistem pelelangan atau sistem penawaran langsung. Cara peralihan hak tagih atas debitur eks. Badan Penyehatan Perbankan Negara adalah melalui cessie. Pengalihan cessie ini tercantum dalam pasal 613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Sebagai pembeli yang beritikad balk, kreditur baru perlu diberikan perlindungan hukum karena seringkali debitur berusaha melakukan perlawanan guna menghindari pembayaran hutang, yaitu dengan mengadakan perlawanan lewat pengadilan. Walaupun dalam teori tercantum jelas bahwa kreditur dapat melaksanakan eksekusi terhadap barang jaminan, namun dalam prakteknya masih ada saja debitur yang mengadakan perlawanan.
Pengadilan sebagai tempat untuk mencari keadilan sudah sepantasnya memberikan perlindungan hukum kepada kreditur baru sebagai pembeli yang beritikad baik.
Dalam penulisan ini, akan membahas mengenai perlindungan undangundang yang ada terhadap kreditur dan permasalahan hukum yang timbul dalam praktek.