ABSTRAKSebagian beaar keglatan pembangunan adalah mengolah Biuaber alam dan mengubah lingkungan. Menurut Sallm (1990:28), perubahan lingkxmgan dapat memutuskan mata rantai dalam berbagai elklue yang hldup dalam ekosistem, eehingga mengganggu keeelarasan hubungan manusla dengan lingkungannya. Karena itu eangatlah penting agar proses pembangunan dllakukan dengan memelihara keutuhan berfungsinya berbagai siklue yang hidup dalam ekosistem ini. Sehubiuigan dengan hal tersebut, maka sasaran pembangionan diutamakan pada peningkatan kualitaa hldup. Dengan demikian diharapkan 4 akan lahir manuaia-manusia yang berkualitae yang dapat mengisi kegiatan pembangunan dengan bijaksana, arif dan bertanggung j awab, sehingga pembangunan dapat terus berlanjut. Anak adalah generasi penerus bangsa dan modal dalam pembangunan yang akan memelihara, mempertahankan,
melaksanakan, dan mengembangkan hasil pembangunan serta yang akan melanjutkan upaya dalam menjaga keseimbangan lingkungan hidup. Untuk memenuhi fungsi tersebut diperlukan kesehatan fisik dan mental. Kesehatan fisik berhubungan erat dengan kondisi gizi seseorang. Namun kenyataannya, kondisi gizi anak dewasa ini sangat memprihatinkan. Laporan UNICEF menyebutkan 1/4 jut a anak di dunia meninggal eetiap minggu, dan jutaan lagi hanya mampu bertahan hidup selama setengah masa kehidupan mereka, karena menderita kekurangan gizi dan keaehatan yang buruk (Grant, 1992:5). Padahal menurut Salim (1988:12), salah satu cara meningkatkan kualitas hidup adalah meningkatkan kualitas diri manusia secara fisik dan nonfisik. Bersifat fieik antara lain adalah gizi. Sehubungan hal tereebut, Strong dalam pidato di Konferenei Lingkungan dan Pembangunan Sedunia tahun 1992, mengatakan upaya mengurangi keeakitan dan kekurangan gizi pada anak sangat penting, bukan hanya untuk kepentingan sendiri tetapi juga*sebagai sarana untuk membantu mengurangi tekanan penduduk dan
memungkinkan pembangunan lingkungan dapat berkelanjutan dalam abad ke-21 dan setelah itu (Strong dalam Grant, 1992:21).
Banyak faktor yang berhubungan dengan statue gizi seorang anak. Pengetahuan glzl yang dimiliki ibu mempunyai hubungan erat dengan status gizi anaknya. Dalam teori saluran dari Lewin disebutkan bahwa ibu rumah tangga atau anggota keluarga lain yang mengendalikan arus makanan mempunyai peranan yang penting dalam pengelolaan makanan keluarga (Lewin dalam Khumaidi, 1986:36). Mar'at (1981:13) mengatakan, pengetahuan dan perasaan yang merupakan kluster dalam sikap akan menghasilkan tingkah laku tertentu. Selain itu Suriasumantri (1990:42), menambahkan semakin tinggi tingkat pengetahuannya maka semakin tinggi pula tingkat penalarannya.
Faktor lain yang berhubungan dengan status gizi adalah konsumsi sehari-hari. (Khumaidi, 1989:84) mengatakan, konsumsi makanan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi untuk dapat mempertahankan dan melaksanakan kewajiban hidup. Jumlah yang diperlukan hanya secukupnya, bila kurang atau lebih dari kebutuhan akan berdampak buruk bagi kesehatan. Selain itu Syarief (1992:5)