ABSTRAKSalah satu faktor yang mendorong perkembangan pariwlsata di Indonesia adalah meningkatnya pertemuan-pertemuan antara para usahawan, profesional, negarawan, ataupun cendekiawan sebagai dampak dari fenomena giobalisasi.
Pertemuan antar para usahawan dan profesional guna membahas penemuan baru dan strategi bersaing bagi perusahaannya, pertemuan antar negarawan untuk membahas koordinasi ekonomi dan politik dunia serta pertemuan antar cendekiawan untuk membicarakan mengenai penemuan baru dalarn berbagai bidang dan teknologi baru tersebut merupakan kegiatan konvensi.
Seiring dengan semakin berkembangnya kegiatan konvensi, para ahli dan pelaku bisnis mencari inovasi baru guna menambah mata rantai nilai dalam bisnis ini. Dirumuskan bahwa selain konvensi, konferensi, pertemuan-pertemuan khusus, pameran dan perjalanan insentif juga merupakan bagian dari satu industri. Kelompok wisata yang merupakan penggabungan dari bisnis dan rekreasi ini telah menjadi bisnis Meetings, Incentive Travel, Conventions, dan Exhibitions, untuk rnudahnya disingkat menjadi MICE.
Penyelenggaraan suatu kegiatan MICE harus dilakukan secara profesional, tepat dan berhasil guna sehingga mendukung tercapainya tujuan peserta maupun penyelenggara sebagai konsumen. Bcrdasarkan hal tersebut maka pemerintah membuat peraturan bahwa penyelenggaraan kegiatan MICE harus dilakukan oleh Badan Usaha Jasa Pertemuan, Insentif, dan Pameran (BUJPIP) yang diakui secara resmi dan mendapat ijin dari pemerintah. BUJPIP adalah seperti PCO (Professional Congress Organizer) yang dikenal di luar negeri, yang berperan sebagai konsultan penyelenggaraan MICE. Bedanya, BUJPIP selain berperan memberikan konsultasi kepada pemrakarsa, juga dapat bettindak sebagai kontraktor atau penyelenggara.
Meskipun jumlah kegiatan MICE yang dilakukan di Indonesia cukup signifikan, tingkat pertumbuhannya dari tahun 1992 hingga 1993 menurun dibandingkan dengan negara-negara tetangga, menjadi 3.05%. Sebelumnya, tingkat pertumbuhan di Indonesia antara tahun 1991 hingga 1992 adalah sebesar 6.13%, menduduki peringkat keempat setelah Singapura, Jepang dan Korea.
Di dalam penulisan karya akhir ini, akan dibahas mengenai rencana pemasaran strategis suatu BUJPIP di Indonesia, dalam rangka menghadapi persaingan di pasarjasa global. BUJPIP yang diambil sebagai contoh kasus adalah PT. Pacto Convex Niagatama (PCN).
Sebagai badan usaha jasa MICE, PCN berperan sebagai mediator antara demand dan supply. PCN mengkategorikan demand dan supply nya menjadi dua. Demand dibagi menjadi (1) panitia penyelenggara (convenor, berupa asosiasi, organisasi, pemerintah, atau perusahaan), dan (2) peserta kegiatan. Supply dibagi menjadi (1) pihak-pihak yang bersifat sebagai penyedia fasilitas dan informasi seperti biro konvensi, hotel, jasa transportasi, dan sebagainya, dan (2) pihak-pihak yang bersifat sebagai penunjang langsung pada kegiatan yang diadakan, seperti misalnya sponsor sebagai penunjang dana, percetakan sebagai penyedia cetakan materi kegiatan, dan sebagainya.
Lingkup perencanaan pemasaran strategis yang dibahas dalam karya akhir ini akan dibatasi hanya pada; identifikasi peluang dan hambatan yang ada dan mungkin terjadi, kekuatan dan kelemahan, analisis atas misi, tujuan, pemasaran strategis yang tepat bagi unit bisnis, serta pengembangannya baik pasar maupun produknya.
Ditemukan bahwa rencana pemasaran strategis PCN dalam menghadapi pasar jasa global tidak dapat dibatasi hanya pada bauran pemasaran 4P (product, price, promotion, dan place) seperti umumnya produk barang. Karena sifat usaha dan komoditinya yang bersifat jasa khas, pemasaran strategis juga harus meliputi pemasaran internal dan pemasaran interaktif.
Pemasaran internal adalah hubungan antara karyawan dengan perusahaan. Pembinaan karyawan dalam bisnis MICE adalah hal yang vital, karena sifat produk jasanya menuntut hubungan yang baik antara karyawan dengan pelanggan. Staf dan karyawan harus terlebih dahulu disiapkan sebelum PCN mempromosikan jasanya. Pemasaran interaktif adalah hubungan antara karyawan dengan pelanggan. Ini merupakan hal penting karena pelanggan berhubungan secara langsung dengan penyedia jasa saat jasa diberikan. Oleh karena itu, mutu pelayanan harus sebaik mungkin. Untuk mendukung strategi yang telah diformulasikan, hubungan interaktif antar karyawan PCN dengan pelanggan harus dibina sedemikian hingga dapat menguntungkan ke dua belah pihak.