Permasalahan HIV/AIDS di Indonesia pada kelompok pengguna narkoba suntik semakin membesar. Pada akhir tahun 2002 diperkirakan terdapat 110-130 ribu orang yang suduah terinfeksi HIV/AIDS. Diperkirakan pula bahwa sumbangan kasus dari faktor penularan melalui penggunaan jarum suntik mencapai 36% dari jumlah tersebut.
Upaya pencegahan HIVIAIDS pada kelompok pengguna narkoba suntik masih dapat dikatakan baru di Indonesia. Salah satu model intervensi yang sudah diterapkan saat ini adalah Indigenous Leader Outreach Model (ILOM). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana pengalaman 2 lembaga yang melakukan intervensi pada pengguna narkoba suntik dengan menggunakan ILOM sebagai kerangka intervensinya. Tujuan lain adalah untuk mengidentifikasi faktor panting yang berpengaruh dalam intervensi dari faktor internal dan ekstemal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus dari 2 lembaga yang melakukan intervensi. Data sekunder dan primer berupa laporan, dokumentasi program, serta catatan basil observasi lapangan, wawancara dan diskusi digunakan sebagai bahan penelitian. Data yang dikumpulkan dianlisa secara deskriptif untuk memberikan gambaran mendalam tentang pelaksanaan intervensi.
Dalam intervensi yang menggunakan ILOM, titik berat intervensi adalah pada proses penjangkauan dan pendampingan di lapangan. Proses ini meliputi kegiatan dalam membuka akses pads kelompok sasaran; pemberian informasi untuk meningkatkan kepedulian pada pengguna narkoba suntik; melibatkan kelompok sasaran dalam proses penilaian risiko pribadi; mendukung dan mempertahankan perubahan perilaku yang terjadi; dan melibatkan kelompok sasaran dalam upaya advokasi pencegahan HlV/AIDS.
Penelitian menunjukkan bahwa model ILOM dapat diterapkan dalam proses intervensi sesuai dengan tujuan-tujuan yang menjadi strategi program intervensi. Proses penjangkauan lapangan yang dilakukan oleh pare petugas lapangan yang berlatar belakang pengguna narkoba suntik terlihat dapat berjalan sesuai dengan arah program. Beberapa faktor panting yang mempengaruhi optimalnya intervensi antara lain: kepemimpinan dalam pelaksanaan intervensi, peran koordinator lapangan dalam proses penjangkauan, dukungan terhadap petugas lapangan, serta sistem dokumentasi proses penjangkauan.
Pengalaman kedua program menunjukkan kebutuhan yang tinggi terhadap dukungan pemerintah untuk menunjang suksesnya pelaksanaan intervensi. Dukungan berupa pengakuan terhadap kerja penjangkauan lapangan dan sistem rujukan Iayanan kesehatan dirasa akan sangat membantu proses kerja penjangkauan di lapangan.