Alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah non pertanian di Indonesia merupakan masalah yang cukup banyak dibicarakan, baik di kalangan peneliti, ilmuwan, pejabat, maupun di dalam berbagai media cetak, khususnya mengenai alih fungsi tanah pertanian di daerah Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang termasuk dalam Kawasan Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur), yang penataan ruangnya di atur secara khusus oleh Pemerintah Pusat, karena fungsinya sebagai daerah koservasi tanah dan air.
Dengan menggunakan metode penelitian deskriptis analitis, dengan pendekatan yuridis normatif dari hasil penelitian penulis ternyata banyak permasalahan yang menyebabkan terjaidnya alih fungsi tanah terebut. Walaupun berbagai peraturan perundang-undangan telah dibuat untuk mengendalikan alih fungsi tanah tersebut dan berbagai upaya telah dilakukan untuk melakukan penertiban pemanfaatan tanah (ruang) yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, termasuk melakukan pembongkaran terhadap bangunan/villa yang tidak memiliki IMB, namun kenyataannya peraturan yang ada maupun upaya penertiban yang telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bogor ternyata belum cukup memadai untuk melakukan penegakkan alih fungsi tanah pertanian. Terdapat berbagai hambatan untuk melakukan penegakkan tersebut antara lain, banyaknya bangunan tanpa IMB, termasuk bangunan Villa para konglomerat atau mantan pejabat militer dan dikalahkannya Bupati Kabupaten Bogor oleh Pengadilan Tata Usaha Negara terhadap tuntutan pemilik villa yang hendak ditertibkan (dibongkar).