Pokok permasalahan penelitian untuk menulis tesis ini adalah bagaimana Cakupan dari Usaha di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri dapat memberikan penerimaan negara yang paling besar namun juga dapat diterima oleh negara-negara mitra perjanjian (treaty partners).
Tipe penelitian yang dipakai adalah deskriptif analitis. Penelitian dilakukan melalui wawancara dengan pejabat pajak yang merumuskan kebijakan perpajakan dan yang melaksanakan di lapangan dan para konsultan pajak. Penelitian juga dilakukan atas dokumen yaitu undangundang domestik, tax treaties serta buku-buku karya ilmiah, balk menurut para ahli perpajakan, maupun menurut para pejabat yang merumuskan kebijakan dan yang bertugas menerapkan di lapangan.
Apabila pengenaan pajak atas penghasilan dari usaha hanya didasarkan atas penghasilan yang dapat dibuktikan diperoleh bentuk usaha tetap, maka kegiatan-kegiatan usaha yang sebenarnya juga dilakukan oleh bentuk usaha tetap, dilaporkan kepada fiskus di negara berkembang sebagai kegiatan yang langsung dilakukan oleh kantor pusat perusahaan. Fiskus di negara berkembang sering tidak mempunyai cukup kemampuan untuk dapat mengidentifikasi semua kegiatan yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap. Para ahli perpajakan PBB sepakat untuk menyarankan dianutnya force of attraction rule.
"Force of attraction rule" seperti diterapkan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Republik Indonesia - Australia adalah yang paling luas dengan potensi penerimaan pajak yang paling besar. Belum semua "tax treaties" menggunakan konsep "force of attraction".
"Tax treaties" lainnya yang sudah menganut masih perlu diupayakan agar "force of attraction rule" nya juga menjadi yang paling luas. Oleh karena itu masih ada peluang untuk melakukan renegoisasi berkenaan dengan dua kelompok tax treaties :
(1) yang belum menganut force of attraction rule menjadi "force of attraction";
(2) yang menganut force of attration rule tetapi belum yang terluas perlu diupayakan untuk menjadi "force of attraction" yang terluas.