Krisis ekonomi yang berkepanjangan membawa dampak negatif pada
berbagai aspek kehidupan masyarakat, seperti meningkatnya jumlah anak yang
mendeiita gizi bumk. Salah satu kelompok masyarakat yang rawan terhadap
timbulnya masalah gizi bumk adalah anaI<~anak terlantar. Lembaga sosial yang
menangani anak-anak terlantar tefsebut adalah PSAA (panti sosial asuhan anak).
Sebagai Iembaga sosial yang menangani anak-anak terlantar, PSAA scnantiasa
bcmpaya membina anak-anak asuhnya agar menjadi generasi sehal. Unmk membina
anak-anak asuh yang sehat salah satu faktor yang diperlukan adalah penyediaan
makanan yang dapat memenuhi keculcupan gizi seirnbang. Dengan texjadinya krisis
ekonomi, ditengarai PSAA mengaiami penurunan pelayanan, khususnya di dalam
penyediaan makanan_
Dalam rangka mengetahui keadaan gizi anak-anak asuh di PSAA dilakukan
penelitian status gizi dan konsumsi makanan di sejumlah lembaga PSAA di DK1
Jakarta dan Tangerang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
anlara konsumsi energi dan status gizi serta faktor-taktor lain yang terkait pada anak
umur 6-18 mhun di PSAA se-wilayah DKI Jakarta dan Tangerang pada tahun 1999.
Penelitian ini merupakan analisis data sekunder hasil survai penilaian status
gizi dan konsumsi makanan pada sejumlah lembaga PSAA di wilayah DKI Jakarta
dan Tangerang yang dilakukan oleh Subdirektorat Bina Gizi di Institusi Direktorat
Bina Gizi Masyarakat Deparlemen Kesehatan Republik Indonesia.
Rancangan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah rancangan 'cross
sectional" yang melibatkan 308 orang responden yang berasal dad 48 PSAA Sebagai
variabel terikat adalah status gizi yang ditentukan berdasarkan indeks TB/U dan
indeks BB/U menggunakan "Z~scorc". Sedangkan variabel bebas yang ingin dipclajari kaitannya dengan status gizi adalahz status konsumsi energi, status
konsumsi protein, status konsumsi zat besi (Fc), lama tinggal anak di PSAA, umur_
dan jenis kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang berstatus gizi tergolong
KEP berdasarkan indeks TBIU sebcsar 49,7% dan berdasarkzm indeks BB/U sebesar
32,8%. Sebagian besar responden tergolong berstatus konsumsi kritis, baik konsumsi
encrgi, konsurnsi protein, maupun konsumsi zat best (Fc) yakni masing-masing
Sebesar 54,5%, 62,0% dan 68,2%.
Terdapat hubungan signifikan antara vmiabel Status konsumsi cnergi dan
status gizi dengan angka OR sebesar 1,7 (p=0,000l; 95%CI: 1,2--2,2) pada indeks
TB/U aan OR sebesar 2,2 (p=0,0067; 95%C1: 1,2--3,s) pada indeks BB/U.
Berdasarkan indeks BB/U kemungkinan responden yang telah tinggal di
PSAA selama 2 36 bulan untuk ter!-cena KEP sebesar 0,59 kali (p=0,0325; 95%CI:
0,36--0,95) dibandingkan dengan mercka yang tinggal di PSAA < 36 bulan.
Rjsiko rcsponden perempuan untuk menderita KEP sebesar 0,59 kali
(p=0,0230; 95%CI: 0.3 s-41.93 ) pada indeks Tnfu am 0,42 kati (p=0,000S; 9s%c1;
0.25--0.68 ) pada indeks BB/U dibandingkan dengan responden laki-laki.
Dari hasil analisis regresi ganda logistik terhadap variabel tedkat status gizi
berdasarkan indeks TB/U diperoleh model persamaan regesi sebagai berilcut:
Ln p/1-p; -0.4482 + 0.9090 (status konsumsi energi) + 0.3129 (status konsumsi
protein) - 0.7004 (un1ur)- 0.4208 (jenis kelamin). . '
Sedangkan berdasarkan indeks BB/U model persamaan regresi yang diperolch
adalah sebagai berikut:
Ln p/I-pg -0.9249 + 0.9116 (status konsumsi enefgi) + 0.5611 (status konsumsi
protein) - 0.6561 (lama Linggal di PSAA) - 0.8256 (ienis kelamin) - 0.3110 (umur).
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh disarankan agar pihak yang
terkait dengan PSAA dapat memberi perhatian lebih agar PSAA dapat meningkatkan
kualitas dan kuantitas makanan yang disajikan bagi anak asuhnya. Masih diperlukan
penelitian serupa terhadap populasi di komunitas yang meliputi lebih banyak lagi
variabel bebas sehingga didapatkan gambaran yang sesungguhnya di masyarakat.
Abstract A long term of the economic crisis effect to the negative impact of social life
aspects, such as the increment of under nutrition problem. One of the hirnerable
group of under nutrition are the neglected children-
Orphanage is a social institution which responsible to neglected children. This
institution have to raised , guide and caring the children become a healthy generation.
Providing a balance (nutrition) diet as an imponant fitctor to meet the requirement of
growth phase of each child.
In line with the economic crisis, we assume that there is a decreasing food
availability in the orphanage, named PSAA (panti sosial asuhan anak).
This study was conducted to investigate the nutritional status and food
consumption of children in the Jakarta and Tangerang orphanages.
The aim of the study is to examined the relationship between energy
consumption and nutritional status included its related factors of children 6 to 18
years of ages in Jakarta and Tangerang in 1999.
The study was analysed the secondary data from the survey of nutritional
status and food consumption at some PSAA which execute by Nutrition Board of
Indonesian Ministry of Health.
The design of this study was Cross sectional, 308 respondents were involved
from 48 PSAA_ Nutritional status as the dependent variable determined by height for
age and weight for age using Z-score. The independent variables which related to
nutritional status were: energy consumption status, protein consumption status, length
of stay in the orphanage, age, and gender.
The result of this study shows that the prevalence of protein energy
malnutrition (PEM) is 49.7% (height for age) and 32.8% (weight for age). Most of
the respondents are catagoties as critical consumption, included energy consumption,
protein consumption, and iron consumption was 54.5%, 62.0%, and 68.2%
respectedly. Significance relationship was found between energy consumption status and
nutritional status (OR= 1.7; at p-value=0.000l; 95%Cl: l_3-2.2) using height for age
indices and OR = 2.2 (p=0.0067; 95%Cl: 1_2--3.8) using weight for age indices.
Based on weight for age. the risks of respondent who stayed at orphanage for
36 months or more to become PEM was 0.59 times (p=0.0325; 95%CI: 0,36--0.95)
compared to them whose stayed less then 36 months in the orphanage.
The risks of female respondents to become PEM was 0.59 times (p=0.0230;
95%Cl:0.38-0.93) using height for age and 0.42 times (p=o.ooo5; 95%CI: 025--
O.68) using weight for age compared to male respondents.
The result of logistic multiple regression analysis to nutritional status as a
dependent variable using height for age was finding the regression model as follows:
Ln p/l-p : -0.4482 + 0.9090 (energy consumption status) + 0.3129 (protein
consumption status) - 0.7004 (age) - 0.4208 (gender). While based on weight for age,
the regression equation was: ln p/1-p: -0.9249 + 0.91 I6 (energy consumption status)
+ 0_5611 (protein consumption status) - O.656l (length of stayed in orphanage) -
0.8256 (gender) - 0.3110 (age).
Refers to the result of this study, we rocommand to every institution or non
goverment organization (NGO) which relate to orphanage could give their
participation, funding and guidance in order to increase the quantity and quality of
food consumed by the orphanage child.
This study recommend a further study in order to know the real condition of
this problem especially in others independent variables.