Memasuki abad 21 dan milenium ke 2, bangsa Indonesia dihadapkan pada perubahan lingkungan strategis yang sangat dinamis, baik pada tatanan global, nasional maupun regional. Menjawab tantangan perubahan tersebut menjadi suatu tuntutan dan kebutuhan untuk menata ulang peran pemerintah daerah guna mewujudkan pemerintahan yang demokratis, transparan dan akuntabel serta reformis. Penetapan Undang-Undang Nomor-2-2 dan 25 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan salah satu upaya penataan kembali peran pemerintah daerah tersebut. Dihadapkan pada kondisi saat ini, khususnya di bidang pengeluaran pemerintah, dimana kewenangan pemerintah pusat sangat dominan, maka dapat diprediksi bahwa pelaksanaan otonomi daerah dalam bidang pengeluaran akan menghadapi berbagai masalah yang cukup serius. Utamanya lagi setelah dilakukan perubahan penyusunan anggaran daerah yang menimbulkan berbagai dampak di dalam struktur, isi dan proses anggaran daerah tersebut.
Dari berbagai fenomena yang diungkapkan, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut ?Bagaimanakah pola alokasi dalam APBD kota Palembang dengan diterapkannya Undang-Undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999 ??. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan metodologi kualitatif dan didukung oleh data primer dan data sekunder. Fokus penelitian di lingkungan pemerintah kota Palembang, dan sebagai responden adalah para pejabat yang berkaitan erat dengan obyek penelitian. Sedangkan analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif. Level dan obyek analisisnya adalah analisis struktur, isi dan proses penyusunan anggaran daerah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka pola alokasi dalam anggaran daerah menunjukkan: pertama, jika dilihat dari struktur dan isi anggaran daerahnya, tampak mulai menunjukkan adanya perubahan, walaupun masih ditandai dengan berbagai masalah bagi pemerintah kota untuk dapat melaksanakan pola alokasi anggaran sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Daerah tersebut, pemerintah daerah masih mengalami kesulitan terutama dalam menyiapkan perangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya serta rendahnya dukungan sumber daya manusia yang berkualitas. Kedua, jika dilihat dari proses penyusunan anggaran daerah, maka pola alokasi anggaran daerah mulai menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan sebelum diimplementasikannya Undang-Undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Akan tetapi perubahan yang terjadi juga masih bersifat parsial dengan ketergantungan yang besar pada pemerintah pusat dan kurangnya inisiatif daerah menyempurnakan proses penyusunan anggaran. Dari hasil penelitian tersebut dapat diungkapkan bahwa secara umum pola alokasi dalam APBD kota Palembang belum memiliki arah yang jelas dalam melaksanakan prioritas dan rencana strategis kota, serta kurang menyentuh masalah strategis dalam meningkatkan pelayanan publik. Perubahan pola alokasi yang terjadi dalam APBD kota Palembang masih merupakan konsekuensi atas perubahan peraturan perundang-undangan semata.
Akhirnya, berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka disarankan kepada pemerintah kota Palembang untuk: pertama, terus melanjutkan reformasi sistem keuangan daerah dengan mulai menerapkan model anggaran defisit-surplus (surplus-deficit budget) dan pendekatan anggaran berkinerja (performance based budgeting) dalam anggaran daerah. Kedua, menyempurnakan proses penyusunan anggaran daerah dengan meningkatkan fungsi dan peran unit kerja yang terlibat, menciptakan aturan main yang jelas, juga mulai menerapkan sistem akuntansi keuangan daerah, sistem anggaran dan perbendaharaan keuangan daerah, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dan pihak yang independen dalam pengawasan keuangan daerah.