Selama periode sebelum krisis berbagai macam indikator di sektor pendidikan telah mengalami perbaikan yang cukup signifikan, di mana jumlah penduduk usia sekolah yang tak pernah menikmati pendidikan di sekolah telah mengalami penurunan, terjadinya peningkatan jumlah murid yang sekolah, dan penurunan jumlah murid yang dropout. Peningkatan school enrollment ratio bukan hanya terjadi di kelompok penduduk berpendapatan tinggi saja, tetapi juga di kalangan penduduk berpendapatan rendah (miskin). Juga ada dua fenomena yang menonjol dalam hal ini, yaitu terjadinya peningkatan yang cukup cepat dalam jumlah anak yang mulai sekolah pada usia lebih dini (early starters) dan penurunan drastis dalam jumlah anak yang mulai sekolah pada usia lanjut (late starters).
Namun akibat terjadinya krisis ekonomi, beberapa indikator tersebut mengalami penurunan kembali, walaupun dampaknya tidaklah separah seperti yang diperkirakan sebelumnya. Sebelumnya, akibat krisis ekonomi diperkirakan akan terjadi penurunan tingkat partisipasi sekolah (enrollment rate) sebesar 30%, yaitu dari sebesar 78% menjadi hanya 54% (terjadi kenaikan tingkat putus sekolah yang cukup besar). Namun ternyata menurut hasil studi atas data Survei 100 Desa, IFLS2+ (Indonesian FamilyLife Survey ke 2+) dan survei khusus di sekolahsekolah, ternyata hanya terjadi penurunan tingkat partisipasi sekolah sebesar 45%.