UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Perlindungan hukum hak adat kelautan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan: studi kasus nelayan Masangan di Kedung Cowek-Surabaya

Rachmad Safa`at; Koesnadi Hardjasoemantri, supervisor; Malikusworo Hutomo, supervisor (Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998)

 Abstrak

Peningkatan sektor modern dalam pengelohaan sumber daya laut--perhubungan laut, penambangan energi minyak dan gas bumi, penambangan pasir laut, wisata laut, penyelamatan mutu lingkungan maupun penangkapan ikan dengan teknologi modern--acapkali menyebabkan "terpinggirkan" bahkan "terabaikan"-nya akses nelayan tradisional dalam pengelolan sumber daya perikanan. Sektor modern dengan dukungan modal, teknologi, hukum dan politik akan memperoleh akses lebih mudah dan lebih banyak terhadap sumber daya alat-alat produksi dan kescinpatan ekonomi. Sebaliknya nelayan tradisional dengan keterbatasan modal, teknologi, hukum dan politik memperoleh akses lebih "sulit" dan "sedikit" terhadap sumber daya, alat-alat produksi dan kesempatan ekonomi. Perbedaan ini menimbulkan konflik antar kelompok yang memiliki akses dengan kelompok yang tidak memilikinya.
Masyarakat nelayan yang umumnya hidup di sepanjang pantai secara tradisional mempunyai lrak adat kelautan yang keberadaannya belum diatur secara tersendiri (otonom) dalam sistem perundangan-undangan nasional sebagaimana leak adat alas tanalr dalam Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Undang-undang Pokok Agraria).
Dalam Kondisi yang demikian itulah, pelanggaran terhadap keberadaan hak adat kelautan berlangsung terus menerus secara "sistematis" dan "struktural" sehingga peluang untuk rnempertahankannya sangat sulit. Tidak adanya jaminan perlindungan hukum terhadap hak adat kelautan pada tingkat operasional, sektoral maupun lintas sektoral akan berdampak pada terjadinya kompetisi dalam eksploitasi sumber daya laut, yang pada gilirannya akan menyebabkan penurunan secara drastis bahkan mengakibatkan kepunahan. Di samping itu juga mengakibatkan menurunnya partisipasi nelayan tradisional, sebagian nelayan beralih ke lapangan kerja lain, seperti buruh bangunan, buruh industri dan lain-lain.
Berdasarkan latar belakang di atas, menimbulkan beberapa permasalahan yang relevan untuk dibahas. Masalah pertama berkaitan dengan sistem pola dan cara pengelolaan sember daya perikanan nelayan tradisional Kedung Cowek umumnya dan nelayan Masangan khususnya. Masalah kedua berkaitan dengan konflik yang dialami nelayan Masangan dan upaya menyelesaikan konflik dalam mempertahankan dan menegakkan hak adat kelautan. Masalah ketiga erat kaitannya dengan kedudukan hak menguasai negara dalam memberikan perlindungan hukum terhadap keberadaan hak adat kelautan nelayan Masangan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis: sistem, pola dan cara pengelolaan sumber daya perikanan; macam dan kronologis konflik dan upaya penyelesaian yang ditempuh nelayan Masangan serta kedudukan menguasai negara dalam memberikan perlindungan hukum hak adat kelautan nelayan Masangan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.
Lokasi penelitian dipilih wilayah Kelurahan Kedung Cowek Kecamatan Kenjeran Kotaniadya Surabaya berdasarkan pertimbangan: potensi konflik antara nelayan masangan dan pengelolaan sumberdaya laut lainnya yang bersifat aktual maupun latent masih terus berlangsung; dewasa ini belum ada upaya-upaya konkrit untuk mengadakan penelitian dan pembahasan secara mendalam tentang keberadaan hak adat kelautan nelayan masangan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.
Jenis dan sumber data terdiri dari data primer yang meliputi latar belakang kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, pola usaha, pola hubungan dan aktivitas budaya, tradisi, mitos dan sosial keagamaan serta pengelolaan sumber daya perikanan nelayan tradisional Kedung Cowek pada umumnya. Di samping itu juga pengetahuan lokal, kepercayaan dan kearifan, pola pengelolaan serta konflik yang dialami nelayan Masangan pada khususnya dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Data sekunder meliputi laporan hasil penelitian, kliping koran, serta berbagai peraturan tentang pengelolaan laut dan pesisir, khususnya yang berkaitan dengan hak adat kelautan di Jawa Timur dari berbagai instansi terkait baik pemerintah maupun dari Lembaga Swadaya Masyarakat.
Sampel responden diambil berdasarkan dua cara: pertama, proporsional random sampling sebanyak 32 responden untuk mengetahui keadaan umum sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat nelayan tradisional dan; kedua, purposive sampling sebanyak 15 informan yang merupakan informan kunci untuk mengetahui konflik yang dialami nelayan Masangan dan upaya penyelesaiannya.
Analisis dilakukan dengan menggunakan Analisis Kuantitatif diperoleh dari kuesioner, ditabulasi dan dikuantifikasi dalam bcntuk persentase. Sedangkan analisis Kualitatif dilakukan dengan pendekatan etnoekologi, antropologi hukum dan hukum yang normatif. Pendekatan etnaekotagi digunakan untuk mengkaji, mendeskripsikan dan menganalisis pengetahuan lokal, kepercayaan dan kearifan nelayan masangan dalam pengelolaan sumber daya perikanan. Pendekatan antropologi lrukunz digunakan untuk mengkaji, mendeskripsikan dan menganalisis bentuk hukum yang berfungsi dalam masyarakat nelayan masangan Kedung Cowek baik berupa hukum negara maupun hukum adat dalam pengelolaan sumber daya perikanan serta konflik yang dialami dan upaya penyelesaiannya. Sedangkan pendekatan hukum yang normatif digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis subtansi (content analysis) hukum positif tentang kedudukan hukum negara dan hukum adat dalam pengelolaan sumber daya laut dan perlindungan hukum yang diberikan hukum positif terhadap keberadaan hak adat kelautan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nelayan Masangan Kedung Cowek telah memiliki pemahaman yang utuh terhadap lingkungan fisik, sosial ekonomi dan sosial budaya setempat. Lebih dari ? generasi mereka telah mengembangkan hak adat kelautan yang berupa hak atas "petorosan" yang keberadaannya diakui oleh komunitas nelayan setempat sebagai alat produksi untuk menangkap rebore. Hak atas petorosan sebagai pranata hukum mempunyai ketentuan yang unik dan spesifik baik dalam pemasangan, pengoperasian maupun dalam pemindahtanganan atau peralihan hak milik.
Keberadaan hak atas petorosan nelayan Masangan sejak tahun 1986 hingga saat ini mengalami gangguan bahkan konflik dengan pengelola sumber daya laut lainnya seperti penambang pasir laut, pembangunan Jembatan Surabaya Madura dan Pelaksanaan Instruksi Gubernur KDII Tingkat I Jawa Timur No. 10 Tahun 1985 tentang Larangan Pemasangan Alat Tangkap Ikan Bagan di Jawa Timur yang dianggap mengganggu jalur pelayaran di Selat Madura.
Guna menegakkan dan mempertahankan hak atas petorosan, nelayan Masangan melakukan upaya iron-litigasi untuk konflik yang aktual dengan Cara negosiasi dan fasilitasi. Sedangkan konflik laten dilakukan lewat advokasi dan Pengembangan Sumber daya Hu/runt llfasyarakat Nelayan (PSDHM) yang dilakukan oleh LBH Surabaya dan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.
Secara Yuridis Normatif peraturan perundang-undangan yang secara implisit maupun eksplisit telah memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap keberadaan hak adat kelautan atas torus nelayan masangan. Namun, perlindungan hukum yang diberikan hanya berhenti di tingkat undang-undang saja, belum sampai pada peraturan organik atau pelaksanaan sehingga sulit dioperasionalkan. Bahkan ada peraturan pelaksanaan yang bertentangan dengan ketentuan Undang-undang yang secara implisit dan eksplisit memberikan jaminan perlindungan hukum, yaitu Instruksi Gubernur KDH Tingkat I Jawa Timur Nomor 10 Tahun 1985 tentang Larangan Pemasangan Alat Tangkap Ikan Bagan di Jawa Timur karena dianggap membahayakan jalur pelayaran.
Hak menguasai negara atas pengelolaan laut dalam implementasinya telah mendominasi bahkan mengabaikan keberadaan hak adat kelautan masyarakat nelayan Masangan setempat. Keadaan ini acap kali menimbulkan konflik yuridis baik yang bersifat aktual maupun latent.
Pengetahuan terhadap keberadaan hak adat kelautan atas taros nelayan Masangan ini diharapkan dapat dijadikan masukan pemerintah baik secara sektoral atau Pintas sektoral dalam perencanaan tata guna laut khususnya di Selat Madura. Partisipasi masyarakat lokal dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi tata guna laut sangat diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan serta menghindari terjadinya konflik pengelolaan. Diharapkan pula bahwa studi-studi rnikro terhadap keberadaan hak adat kelautan dikembangkan di seluruh wilayah perairan laut Indonesia sehingga keberadaannya teridentifikasi untuk dapat dikembangkan selaras dengan kepentingan nasional yang benar-benar berorentasi kepada kepentingan peningkatan kesejakteraan rakyat.
Orienlasi pada peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional haruslah didasarkan pada reformasi hukum adat terhadap hak adat kelautan masyarakat lokal dan tetap mendasarkan pada pemberian kesempatan yang optimal bagi nelayan tradisional untuk memperoleh penguasaan sumberdaya yang menjamin kepentingan hak-hak masyarakat lokal.

The progress of modern sector on the marine sources management--sea transportation, oil and gas mining, sea-sand mining, sea tourism, saving the quality of environment, as well as fishing using modern technology--often causes elimination and underestimation of traditional fishermen access on the exploitation of fish sources. Modern sectors supported by capital, technology, law and political policy receive more access, appliances and economic chances. In contrast, traditional fishermen, supported by limited capital, technology, law and political policy receive only little access of sources, appliances and economic opportunity. This difference creates conflict between the groups having and not having the access.
Fishermen people, living along the beach, traditionally have marine customary rights which are not autonomously governed by the system of national law. This is unlike the customary property right which has been governed by UU No. 511960, the Agrarian Code.
With this condition, the violation of marine customary rights has been going on systematically and structurally, so that the effort to maintain this right is almost impossible. Without any legal protection on this right in operational, sectored or inter sectored levels, there will be a competition in exploiting the sea sources that leads to drastic decline and finally, to the extinction of the sources. Besides that, it will discourage participation of the traditional fishermen who finally may change their jobs to be building contraction labors, industrial labors, etc.
Based on the background, there are several problems which are relevant to discuss. First problem is about the pattern system and the method of fish sources exploitation among traditional fishermen in Kedung Cowek and specially in Masangan. Second problem is about the conflict among Masangan fishermen and the ways to settle the conflict to maintain and to enforce their sea customary right. Third problem is about the management right of the state in protecting the existence of the marine customary right of Masangan fishermen.
This research is aimed to describe and to analyze the system, the pattern and ways of exploiting fish sources; kinds and chronology of conflict as well as the solution taken by Masangan fishermen; the management right of the government in protecting the marine customary right of Masangan fishermen in exploiting fish sources.
Location of this research is at Kelurahan Kedung Cowek Kecamatan Kenjeran, Kodya Surabaya where actual and latent conflicts between Masangan fishermen and other groups of workers are still going on. Until now, there is no research and discussion on the marine customary right of Masangan fishermen in exploiting fish sources.
Types and sources of data are primary data and secondary data. Primary data contains background of the social life, social economic, social culture, and pattern of the effort, pattern of relationship and cultural activities, tradition myth and social religion and management of fish resources of traditional fisherman at Kedung
Cowek. Furthermore, includes local knowledge, belief and wisdom, pattern of exploitation and conflict were done by Masangan fishermen in exploiting fish sources. Secondary data includes other research result, news, and regulations on exploiting sea and beach, especially these are related to sea customary right in East Java.
Respondent sample are taken up in two ways: first, 32 people are chosen with proportional random sampling to know the general, social economic and social cultural condition of traditional fishermen; second, a purposive sampling of 15 informants who are key informant to know the conflict experienced by Masangan fishermen and the ways to control the conflict.
This research is used descriptive analysis with etnoccological, legal anthropological and normative law approach. Etnoecological research is used to discuss, describe and analyze the local knowledge, beliefs and wisdom of Masangan fishermen in exploiting fish sources: Legal anthropological approach is used to discuss, describe and analyze both state law and customary law that work among Masangan fishermen in Kedung Cowek to regulate the exploitation of fish sources. Besides that, this approach is used to discuss, describe and analyze conflicts happened and the ways to control it. Nornzatif law approach is used to identify and analyze the content of state law and customary law that regulate the exploitation of fish sources. This approach is also used to identify and analyze the legal protection of sea customary right given by positive law.
The result of this research shows that Masangan fishermen in Kedung Cowek had comprehensive understanding of their physical, social economic and cultural environment. More than 7 generation of them have developed sea customary right on "petorosan" which their existence is recognized by the fishermen community as an appliance to catch ration. The right on petorosan has unique and specific provision regarding with the installment, operation, transfer, and changing the owner of petorosan.
Since 1986, the existence of rights on petorosan has been disturbed by people who mine sand on the sea Surabaya-Madura Bridge, project and implementation of the Instruction of East Java Governor No. 101 1985 of prohibitation to Install Casting Net of Bagan Fish.
In order to maintain and to enforce their right on petorosan, masangan fishermen use non-litigation way to settle actual conflicts. Non-litigation way includes negotiation and facilitation. While advocating and the Development of Legal Sources of Fishermen Society (PSDHM) are used to control latent conflicts. These later settlements are used by the LBI-I Surabaya and the Faculty of Law, l3rawijaya University Malang.
Juridical and normatively, the existing laws have implicitly and explicitly guaranteed legal protection on the marine customary right of Masangan taros. However, the legal protection stops at the codes only. It never reaches to organic regulation or implementation so it is difficult to be operationalized. Moreover, there is even organic regulation that is against the codes, namely the Instruction of East Java Governor, mentioned before. The instruction considers that the Masangan bras will endanger shipping lines.
The management right of the state on the sea exploitation has dominated and ignored the existence of the sea customary right of Masangan fishermen. This situation often creates juridical conflict, either actually or latently.
The understanding among Masangan fishermen of the existence of sea customary right on toros is expected to be an input for the government, sectored or intersectoralIy in planning the sea exploitation, especially on the Madura Strait. The local community participation in planning, enforcing, monitoring and evaluating the sea exploitation is needed to improve the community living standard and welfare, and it is needed to prevent conflict on exploitation. It is also expected that micro studies on marine customary right will be developed in all Indonesian sea water area. Therefore, the existence of the right will be and can be developed integrally into national interests that lead to the improvement of people welfare.
The orientation to improve the welfare of traditional fishermen must be based on the reformation of customary law of sea right which is done through the giving of opportunity to traditional fishermen to have the right to manage sources.

 File Digital: 1

Shelf
 T7391-Rachmad Safaat.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Tesis Membership
No. Panggil : T-Pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : xvi, 268 pages : illustration ; 30 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T-Pdf 15-18-051892650 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 93622
Cover