UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Perkembangan media pers daerah: cerminan perubahan masyarakat di Sumatera Barat pada masa kolonial (1900-1930)

Hendra Naldi; Maswadi Rauf, supervisor (Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002)

 Abstrak

Untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja terdidik dalam mengisi berbagai kedudukan dalam sistem birokrasi pemeriutahan dan sistem Tanam Paksa, pemerintah kolonial Belanda di Sumatera Barat membuat kebijakan untuk membuka sekolah-sekolah rendah untuk masyarakat pribumi. Awalnya -kelika di Padang- kebijakan untuk membuka sekolah bagi orang-orang pribumi kurang mendapat sambutan masyarakat, akan tetapi ketika seorang Residen Steinmetz- membuka sekolah-sekolah nagari di daerah pedalaman -darek- temyata mendapat sambutarr positif dari masyarakat. Memang sedikit berbeda pengelolaan sekolah model Seinrnetz ini dengan yang ada di Padang. Sekolah di darek lebih bersifat otonom, Arti otonom disini adalah masyarakat pribumi lebih terlibat alctip dalam membiayai, pendirian dan membangun tempat sekolah. Sementara pemerintah hanya membantu dalam soal siapa pengajarnya dan membuat kurikulum pendidikan. Sekolah- sekolah nagari ini temyata berhasil mengatasi kekurangan tenaga untuk mengisi jabatan-jabatan tingkat rendah sampai rnenengah dalam struktur adrninistrasi pemerintahan dan struktur sistem Tanam Paksa.
Melihat keberhasilan di Darrel; daerah-daerah pesisir ikut pula mengembangkan sekolah model ini di daerahnya_ Hasilnya pada akhir abad ke-19 muyarakal; Sumatera Barat mulai terpengaruh dan berlornba-lomba untuk bisa memperoleh kcsempatan belajar di sekolah-sekolah nagari tersebut. Dengan semakin banyaknya sekolah nagari, pemerintah mulai memikirkan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Sumatera Barat, Temyata rencana peningkatan mum ini, sein-ing pula dengan perubahan oerientasi politik di Negeri Belanda. Kemenangan kaum Liberal telah mcngubah pandangan pemerintah terhadap daerah koloninya. Menurut pandangan kaum Liberal, suclah saatnya pemerintah memikirkan untuk memberi kesempatan pada penduduk pribumi untuk lebih maju. Pandangan ini semakin kuat ketika kcluarnya kebijakan Politik Etis pada awal abad ke-20. Momentum Poltik Etis dipergunakan oleh pemerintah kolonial di Sumatera Barat untuk membantu pembiayaan dengan pengelolaan sekolah-sekolah nagari yang memang sudah berkembang di Sumatera Barat. Pembangunan sekolah tidak saja dilakukan untuk pendidikan rendah, pendidikan lebih tinggipun segera di buka di Sumatera Barat, seperti berdirinya Sekolah Raja di Fort de Koek, Mulo,dari AMS di Padang.
Pada akhirnya, memasuki awal abad ke-20 masyarakat Surnatera Barat sudah banyak yang memperoleh pendiclikan Barat. Mereka-mereka yang sudah berpendidikan ini dalam perkembangnnya telah melahirkan klompok sosial baru dalam masyarakat, dan menurut istilah scorang sejarawan -Mestika Zed- disebutnya dengan kelompok elit baru.
Semetara berlangsungnya pembangunan dalam bidang pendidikan. Pada awal abad ke-20, akibat perubahan kebijakan pemerintah Negeri Belanda juga terjadi disektor perekonomian Sistem Tanam Paksa dihapuskan pada tahun l908, dan kemudian diganti dengan sistem Ekonomi Pajak Uang. Keberadaan sistem ini dalam kenyataannya telah membuka dacrah Sumatera Balflt dari kedatangan berbagai investor baik asing maupun dari Belanda sendiri. Pcrubahan ini sekali lagi memaksa pemerintah untuk membangun berbagai infrasturktur baru ( terutama di perkotaan), perbaikan sarana transportasi dan termasuk komunikasi.
Perkembangan menuju masyarakat moderen telah membuka berbagal kebutuhan- kebutuhan baru dalam masyarakat, Tuntutan untuk memenuhi berbagai kebutuhan tersebut pada akhirnya telah melahirkan masyarakat konsumen di Sumatera Barat. Kehadiran masyarakat konsumen ini merupakan pangsa pasar yang baik untuk menggerakkan roda perekonomian. Salah satu eiri khas masyarakat konsumen adalah kebutuhan akan layanan komunikasi yang, Iebih eepat dan nyaman- Kondisi ini mempakau peluang untuk lahimya media pers daerah di Sumatera Barat Wujut nyata dari peluang itu, pada tahun 1911 -tepat dua tahun setelah berakhirnya Tanam Paksa- berdirilah Al-Munir dan Oetoesan Meirjoe di Padang sebagai media pers daerah terlua di Sumatera Barat.
Dalam perkembangannya, kehadiran media pers bergerak sesuai dengan kebutuhan pasar. Sementara akibat terjadinya proses modernisasi dalam masyaralcat telah membuka lahirya berbagai spesialisasi pekeljaan ( hadimya berbagai profesi dalam masyarakat ). Keberagaman profesi ini pada kenyataanya telah membentuk keberagaman media pers di Alam Minangkabau.. Tingkat keberagaman tidak berhenti sampai ke titik itu.. kembali pada persoalan pembangunan pendidikan, di Sumatera Barat bukan saja pendidikan Barat yang mengalami proses menuju masyarakat moderen, pendidikan Islampun juga demikian, perbedaan alam pikiran dalam menajalankan proses modemisasi ini pada kenyataannya telah membuat media pers lebih semakin beragam. Belum lagi kelompok masyarakat lainnya, pada saat itu juga mengalami proses yang sarna, seperti kaum wanita, dan adat.
Pada akhimya penelilian ini telah membuktikan beberapa hal-hal poko, diantaranya 1) Modemisasi memang telah melahirkan media pers, dan modemisasi sekaligus telah melahirkan kelompok-kelompok masyarakat baru. Kehadiran berbagai kelompok baru ini merupakan dasar untuk media pers jadi beragam. 2) Pesatnya pertumbuhan media pers di Sumatera Barat pada saat itu, ternyata tidak ditunj ang oleh pengelolaan keuangan ya ng baik, Fenomena pertumbuhan media pers im selalu menggambarkan ketimpangan neraca keuangan.. Macetnya uang langganan dari pelanggan mempakan keluhan hampir setiap pengelola media pers. Akibatnya, pemunbuhan pers yang tinggi pada pcriode 1900-1930, berbanding sama dengan hancurnya berbagai industri pers pada periode itu.

In order to handle lack of educated workers to fulfill some positions in governmental system and Cultuurstelsel, Dutch colonial in West Sumatra had policy to open elementary level schools for the natives. At first, in Padang, the policy to open the schools didn?t get good responses from society. However, when a resident - Steinmetz - started to open schools named Sekolah Nagari in the distant land area which was known as derek, it received positive responses from the people. Schools in derek were more autonomy. The concept of autonomy at this case can be explained as the involvement of native people positively in founding, and developing these schools. Government, otherwise, only facilitated them with teachers and schools curriculum. The fact showed that these school were success to overcome lack of educated workers and fulfilled low to mid level positions in the government and structure of Cultuurstelsel
Based on the success in derek area, some areas during the beach lines - or which was known with the name Pesisir -also started to develop such schools. As a result, at the end of l9"? century, West Sumatra people began to compete in getting opportunity to get education in such schools. Following the development on number of schools, government started to think about the quality of education. It was also in conjunction with the changing of political orientation in Dutch. The success of liberals in taking over government had changed the view of Dutch government to its colony. Based on liberal?s idea., it was the right time to give the opportunity for people to become more modem. This idea get stronger when the policy called Erfs Politic appeared at the beginning of 20?h century. Momentum of Etis Politic was used by colonial government to facilitate and manage these schools which actually had developed well in West Sumatra. Development of schools were not only on low-level but also for higher education such as Sekolah Raja Fort de Kock, MULO, and AMS in Padang.
As a result, at the beginning of 20"? century, a lot ef pecple in West Sumatra had got education. They, then, had also made the development of new social Status in the society, which was called by historian - Mestika Zed - 3 new elite group.
The development in education continued. At the beginning of 20"' century, the changing on politic in Dutch also occurred in economic side. Cultur Stelsel was diminished in 1908, and it was replaced by tax systems. The new system had invited some investors, even from Dutch or other countries, to come to West Sumatra. The changing, then, made government build new infrastructures (especially in the city), included means of transportation and communication line.
Development to become modern people had created new necessities in the society. Demands to fulfill these necessities had appeared consumed-people in West Sumatra. They were good target to develop economy. One of the characteristics of the people was the needs on fast and safe communication. Furthermore, this condition was believed to be the beginning of press development in West Sumatra. It was proved in 1911 or exactly two years after the diminishing of Cultuurstelsel by releasing Al-Munir and Oetoesan Melajoe in Padang as the oldest media press in West Sumatera.
In the next progress, press development was based on the needs of people. At the same time, modernization in the society also caused specialization in profession (profession in society existed). Variation in society also had created variation in press media in Minangkabau. Otherwise, it was not the end of variation that occurred. Deal with educational development, it was not only western-baed education but also Islamic-based education which developed. Then, it also had resulted on greater variation in press. Other groups of people such as women and traditional people also changed.
Lastly, this research proves some main points, as seen follow: 1). Modernization had developed press media., and created new group of people in society. The appearance of new society became the base of variation in press. 2) At that time, fast development of press in West Sumatra was not supported by good management and accounting. Phenomenon on the development of press used to describe imbalance on the accountancy. inconsistency on payment of subscribers was the main problem on most of presses. As a results, its high development during the period of 1900-1930 was in conjunction with bankruptcy many of presses on the same period.

 File Digital: 1

Shelf
 T4913-Hendra Naldi.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Tesis Membership
No. Panggil : T4913
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Deskripsi Fisik : ix, 172 hlm. ; 30 cm. + lamp.
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T4913 15-20-511373695 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 94903
Cover