Sebagaimana diketahui, bahwa sistem pajak penghasilan badan berdasarkan Undang undang PPh yang berlaku sekarang masih menganut sistem klasikal dengan fenomena pajak ganda ekonomis atas devidennya yang bersifat diskriminatifterhadap bunga (pinjaman) dibanding dengan deviden (ekuitas). Hal
tersebut memberikan pelu ng
bagi investor asing untuk melakukan ivestasi di Indonesia melalui subsidiary lebih mengutamakan pembiayaan dengan pinjaman disbanding ekuitas. Pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya potensi kehilangan penerimaan Negara.
Menteri Keuangan untuk menetapkan batas antara jumlah pinjaman dibanding modal (debt equity ratio limit), namun pemberlakuan debt equity ratio limit tersebut ditunda sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan teknik pengambilan sampel non·probabilitas terhadap perusahaan PMA di sektur industri kimia di Indonesia.
Dari basil penelitian terhadap 38 (tiga puluh delapan) perusahaan PMA industri kimia di peroleh 9 (sembilan) perusahaan PMA industi kimia mempunyai debt equity ratio lebih besar dari 3 (tiga). Hasil penghitungan potensi kehilangan penerimaan negara dari 9 (sembilan) perusahaan PMA industri kimia berdasarkan pendekatan arus kas atas pembayaran bunga adalah sebesar US$ 84,79 juta, jika digunakan pendekatan arus kas alas beban pajak adalah sebesar US $ 71,11 juta setiap tahunnya. Untuk mengurangi potensi kebilangan negara, disarankan agar
segera diberlakukan debt equity ratio limit 3:1 untuk Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan dan 6 : 1 untuk Perusahaan Lembaga Keuangan dengan menggunakan pendekatan overall basis.