Penelitian tentang budaya organisasi (organizational culture) umumya dilakukan berdasarkan dua pendekatan. Pertama, pendekatan yang memperlakukan budaya secara tunggal sebagai konteks dimana budaya merupakan faktor yang sangat menentukan fungsi suatu organisasi, menentukan perilaku para anggota organisasi dan bertujuan agar organisasi berjalan dengan lebih baik. Kedua, pendekatan yang memandang budaya secara sekaligus, baik sebagai konteks maupun sebagai proses.
Tujuan dari studi ini ingin memahami bagaimana kejadian-kejadian dalam organisasi diciptakan, ditransmisikan, dimiliki dan dipahami bersama secara interaktif dan komunikatif dalam organisasi. Dengan pemikiran yang demikian budaya merupakan proses komunikasi itu sendiri. Telaah dalam pendekatan ini menekankan pada pemahaman atas suatu realitas-realitas organisasi yang tercermin dalam kinerja komunikasi atau kinerja budaya organisasi yang dalam penelitian ini meliputi antara lain: ritual, simbol kewenangan, passion dan hubungan sosial.
Penelitian budaya organisasi ini dilakukan berdasarkan pendekatan kedua pada organisasi Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS). BPIS merupakan suatu badan pengelola BUMN-BUMN mencakup antara lain: IPTN, PAL, PINDAD, INTI, LEN, DAHANA, KRAKATAU STEEL (KS), INKA, BOMA BISMA INDRA (BBI) DAN BARATA.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan kajian dilakukan secara kualitatif. Cara pegumpulan data yang dilakukan terutama melalui wawancara mendalam (depth interview) terhadap informan-informan kunci (key informants) dalam struktur organisasi BPIS, dari Wakil Kepala, 4 (empat) Deputi, 4 (empat) Kepala Biro dan 4 (empat) Kepala Bagian. Selain itu dalam pengumpulan data dilakukan pula dengan cara Seminar, Lokakarya-iokakarya, Diskusi-diskusi dan Dokumentasi.
Temuan penelitian yang paling utama adalah bahwa dalam organisasi BPIS masih melekat nilai-nilai paternalistik yang polanya berorientasi pada kepemimpinan yang terpusat dan ketokohan serta kepahlawanan BJ Habibie sebagai Kepala BPIS. Dalam hal ini, ciri-ciri yang terlihat adalah terutama dalam proses pengambilan keputusan banyak tergantung kepada Kepala BPIS. Selain itu, hubungan para pimpinan BPIS dengan perusahaan-perusahaan yang dikelolanya bersifat penuh kewenangan, direktif dan instruktif. Meskipun demikian, di sisi yang lain, dalam organisasi BPIS sudah tampak berkembang nilai-nilai yang berorientasi pada keterbukaan dan kebebasan, baik dalam hubungan kerja antara pimpinan dengan bawahan dan di antara karyawan satu dengan yang lain yang sejajar, serta pada hubungan-hubungan yang bersifat sosial. Hal ini didukung pula oleh simbol-simbol dalam organisasi yang berorientasi keterbukaan dan kebebasan, seperti pemanfaatan waktu yang fleksibel, penggunaan dan pemanfaatan perlengkapan dan fasilitas serta media komunikasi secara bebas.