ldentitas agama dan militanisme dalam karya saslra telah lama muncul,
yaitu sejak tahun l940-an, tidak hanya di Timur tengah , tetapi juga di Asia
selatan. Mereka umumnya mengangkat pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan identitas agama. Berdasarkan pengamatan bahwa identitas agama
bukanlah sesuatu yang esensial dan fundamental, namun sesuatu yang tidak
esensial. Penulis mencoba melihat problema identitas agama dan militanisme
dalam novel Train to Pakistan dan Laffa, Penulis melakukan analisa terhadap
tokoh, konflik, latar, sudut pandang dan nada untuk membcrikan gambaran hal-hal
yang berhubungan dengan konsep idcntitas agama dan militanisme.
Train to Pakistan menyorot seorang pemuda Pakistan yang pemah
mengecap pendidikan di Barat dan menetap di India. Iqbal merupakan lokoh yang
menjalankan misi organisasi BIP di Mano Majra sebagai daerah konflik. Ia
bergelimang dengan problema identitas agama untuk menoapai tujuannya,
meskipun gagal. Dalam novel yang sama seorang tokoh yang bemama Jugga
mengalami konflik yang sama, tetapi deugan cara yang berbeda. Ia berpisah
dengan kekasihnya Noora karena konflik agama. Kckasihnya beragama Islam
scdangkan dirinya Sikh. Pada hal bagi mereka berdua agama bukanlah
penghambat dalam membina tali kasih, temyata agama dapat memisahkan
mereka. 'I`okoh yang lain adalah Malli, seorang pencuri kelas kakap, yang
mengaku sebagai sikh deng n tujuan untuk menindas, merampas, dan membunuh
umat Islam. Ia sclalu terlibat dalam bcrbagai konflik, bail: dengan temannya
maupun dengan orang Iain.
Identitas agama dalam Lajja sama problemanya dengan Train to Pakistan.
Novel tersebut mengangkat stereotip Islam yang tidak toleran dan bnital yang
ditunjukkan dengan perilaku militan oleh tokoh-tokoh dalam novel. Mesldpun
demikian, stercotip tersebut tidak ada relevansinya dengan kehidupan umat yang
scbenarnya. -
Problema identitas agama dan militanisme dipresentasikan dalam kedua
novel penuh dcngan kesulitan. Konflik diantara tokoh-tokoh menunjukkan bahwa
perjuangan mereka untuk mcmbentuk identitas tidak pemah tetap, selalu berubah~
ubah. Karcna posisi mereka berubah akibat pengaruh politilc.
Pengarang tersirat dalam kedua novel sangat perhatian terhadap isu
idcntitas agama karena pemikiran mereka tentang identitas tersebut sangat erat
kaitannya dcngan pluralisme agama dibandingkan dengan singularitas. Mereka
mcnyarankan agar idcntitas agama tidak dipermasalahkan dalam kehidupan
bemegaia dan bermasyarakat, khususnya di Pakistan dan Bangladesh.
Abstract Religious identity and militanism in litarary work has been coming up
since 1940s, was not only in the Midle East, but also in the South Asia. Most of
them explore questions of religious identity and militanism. Based on the
observation that religious identity is not an essential and fundamental, but it is anti
essential. The present writer tries to focus on religious identity and militanism in
Train to Pakistan and Lalja. The writer carries out an analysis of character,
conflict, setting, point of view and tone to give a description of the matter which
is related to the concepts of religious identity and militanism.
Train to Pakistan focused on a Pakistanise young man who is westem
educated and lived in India. Iqbal is a prominent figure who carried out his BJP
organization mission in the conflicted area, namely Mano Majra. He is involved
with religious identity in order to get his aim, yet it is fail. ln the same novel
another figure named Jugga had the same problem, but in di&`erent way. He is a
part from his girl friend, Noora, because of religion conflicts. His girl ti'iend's
identity is Islam and he is Sikh. For both of them, religion is not a barrier or an
obstacle in loving each other. Another tigure is Malli, he is a dacoit and claims
that his religion is Sikh, in order to be able to oppress the muslim, to loot and to
kill them freely. He is always involved with conflicts between his friends and
other believers.
Religious identity in Lajja is as problematic as in Train to Pakistan. It
supports the stereotype that Islam is intolerant and brutal as shown by the
militanism attitudes of the characters in the novel. Yet, this stereotype is not
relevance to the real life of ummat.
The problems of religious identity and militanism represented in both
novels are complicated. Conflicts between characters show that their struggle to
construct religious identity is not perfect, but alwayas changes. These changes are
caused by their political will and situation.
The implied authors of the two novels are concemed with issues of
religious identity and their rethinking of term redefines it in tenns of religious
pluralism rather than singularity. They suggest that religious identity is not
questioned in the state life and in corelation with one-another, especially in
Pakistan and Bangladesh.