Tambo Minangkabau (selanjutnya disingkat TM) adalah suatu karya sastra sejarah, suatu karya sastra yang menceritakan sejarah (asal-usul) suku bangsa, asal-usul negeri serta adat-istiadatnya, yaitu Minangkabau. Karya sastra sejarah ini dapat juga disebut historiografi tradisional, penulisan sejarah suatu negeri berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat secara turun-temurun (Kartodirdjo, 1968a).
Karya sastra sejarah ini tergolong kelompok karya sastra yang penting dan banyak jumlahnya, baik dalam sastra Indonesia lama (Melayu) maupun dalam sastra Nusantara (daerah). Dalam sastra Nusantara, antara lain terdapat dalam sastra Jawa, Sunda, Bali, Bugis, Lombok, dan Madura. Dalam sastra Melayu banyak dijumpai karya sastra sejarah ini, misalnya, Sejarah Melayu, Hikayat Aceh, Hikayat Ban-jar, Silsilah Kutai,Tuhfat an--Nafis, dan TTA int. TM ditulis dalam bahasa Melayu berbentuk prosa. Naskah TM ini sebagian bazar ditulis dengan huruf Arab-Melayu, dan sebagian kecil ditulis dengan huruf Latin. Naskah TM yang berhasil diketemukan sebanyak 47 naskah, masing-masing tersimpan di Museum Nasional Jakarta sebanyak 10 naskah, di perpustakaan Universitas Leiden sebanyak 31 naskah, di perpustakaan KITLV Leiden sebanyak 3 naskah, di perpustakaan SOAS Universitas London 1 naskah, dan di perpustakaan RAS London 2 naskah.
Suntingan teks TM berdasarkan naskah-naskah yang dikemukakan di atas belum pernah dilakukan oleh peneliti atau peminat sastra. Masyarakat mengenal TM melalui saduran dan tinjauan yang bersifat sampingan terhadap isi TM itu Ada delapan saduran cerita TM, yaitu:
(1) Curai Paparan Adat Lembaga Alam Minangkabau (Dirajo, 1919 dan 1984),
(2) Mustiko Adat Alam Minangkabau (Dirajo, 1953 dan 1979),
(3) Tambo Minangkabau (Batuah, 1956),
(4) Tambo Alam Minangkabau (Sango, 1959),
(5) Tambo dan Silsilah Adat Alam Minangkabau (Baca, 1966),
(6) "Tambo Pagaruyung? (Basri, 1970a),
(7) ?Tambo Alam" (Basri, 1970b), dan
(8) Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah (Mahmoed, 1978).
Dalam semua saduran TM itu tidak terdapat keterangan yang menyatakan naskah TM mana yang digunakan sebagai dasar saduran itu. Penyadur-penyaduy itu menceritakan kembali isi TM secara bebas dengan gaya bahasa mereka sendirie Dalam menceritakan kembali itu mereka menambahkan penafsiran mereka sendiri sehingga timbul beberapa versi TM. Mereka seolah-olah mengarang kembali cerita TM itu.