Penggunaan pengadaan elektronik (e-Procurement) di dunia bisnis telah meningkat secara dramatis dalam dekade terakhir ini dengan makin banyaknya- perusahaan yang menggunakan teknologi Internet untuk pengadaan berbagai variasi barang dan jasa. Menjadi yang pertama atau setidaknya menjadi pendahulu dalam penggunaan e-Procurement telah menjadi langkah inti stratejik, untuk memastikan bahwa organisasi tidak akan tertinggal dalam kompetisi yang ada. Sejalan dengan pertumbuhan bisnis, banyak alat e-Procurement telah dikembangkan pada tahun-tahun terakhir ini untuk membantu organisasi mencari, membuat kontrak, dan membeli secara lebih efisien dan efektif. Salah satu alat yang sering digunakan di organisasi adalah electronic Reverse Auction dimana pemasok-pemasok potensial berkompetisi secara online dan pada 'waktu yang sebenarnya, menyediakan harga untuk barang atau jasa dalam sebuah lelang. Harga mulai pads tingkatan tertentu dan secara bertahap, sepanjang lelang tesebut, menurun seiring denga adanya perbaikan penawaran untuk mendapatkan kontrak yang ada. Metode electronic reverse auction telah terbukti menghasilkan penghematan di sisi finansiai dan efisiensi proses.
Banyak perusahaan di Indonesia, agar dapat bersaing secara global, telah mengaplikasikan e-Reverse Auction. Perusahaan-perusahaan ini sebagian besar mengaplikasikannya sejalan dengan strategi yang dimiliki oleh perusahaan induknya di luar negeri. Namun, masalah yang ada adalah apakah pemasok-pemasok di Indonesia telah siap untuk mendukung dan berpartisipasi dalam e-Reverse Auction untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari metode Untuk menjawab pertanyaan ini, fokus diarahkan pada studi kasus dari aplikasi e-Reverse Auction di salah satu perusahaan multinasional minyak dan gas burni di Indonesia, XYZ Indonesia Inc. (XYZI). Analisa dilakukan terhadap tiap dimensi dari model empirikal hubungan pembeli-pemasok. Dimensi-dimensi tersebut adalah kepercayaan, kepuasan, adaptasilinvestasi transaksi spesifik, kekuatan/ketergantungan, komunikasi, komitmen, dan kerja sama.
XYZ telah membuat perjanjian dengan satu dari pembuat pasar terdepat untuk e-Procuremennt, Ariba, untuk menyediakan dukungan terhadap e-Reverse Auction kepada seluruh anak perusahaan -XYZ secara global. Di Indonesia, XYZI telah mengaplikasikan e-Reverse Auction sejak kuartal keempat 2004 dan menyelesaikan lima lelang menggunakan e-RA. Penghematan total yang didapat adalah sebesar US$ 785,984.49 dan dinyatakan sebagai kesuksesan terhadap pengaplikasiannya. Namun, jumlah tersebut pada kenyataannya adalah jumlah kotor karena terdapat beberapa kehilangan selama proses. Kehilangan yang diidentifikasi sebagian besar berasal dari waktu pengerjaan dan investasi yang dibuat oleh pembeli XYZ dan pemasok.
Setelah menganalisa ketujuh dimensi dari hubungan pembeli-pemasok, kepercayaan dan komitmen merupakan dimensi-dimensi terkuat. Fokus sebaiknya dibuat lebih untuk adaptasil investasi transaksi spesifik, kekuatand ketergantungan, komunikasi, dan kerja sama untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari penggunaan e-Reverse Auction baik kepada pembeli maupun pemasok. Dimensi terakhir, kepuasan, lebih ditekankan pada pihak lain, Ariba, sebagai penyedia pembuat pasar.
Terakhir, beberapa strategi telah diajukan untuk mengembangkan e-Reverse Auction di XYZI. Strategi-strategi tersebut menyarankan untuk membuat perkenalan dan pendidikan terus menerus untuk e-Reverse Auction kepada semua pemasok-pemasok potensial XYZI, komitmen jangka panjang dengan pemasok sebagai basil lelang e-Reverse Auction, mempercepat waktu proses e-Reverse Auction, dan mendapatkan bantuan yang Iebih baik dari Ariba di Indonesia.
The use of electronic procurement (e-Procurement) in business has increased dramatically over this decade with more and more companies utilizing internet technology to procure a wide variety of goods and services. Being first or at least being early into the use of e-Procurement was considered a key strategic move, ensuring that the organization was not left behind the competition. In line with the nature growth of business, many e-Procurement tools have been developed over recent years to help organizations source, contract, and purchase more efficiently and effectively. One of the tools that commonly used in the organizations is electronic Reverse Auction (e-Reverse Auction) where potential suppliers are competing online and in 'real time', providing prices for the goods or services under an auction. Prices start at certain level and gradually, throughout the course of the auction, decline as suppliers offer improved terms in order to obtain the contract. This method of electronic reverse auction has been proven by many companies to provide savings in term of money and process efficiency.Many companies in Indonesia, to be able to compete globally, have been implemented the e-Reverse Auction. These companies, mostly implemented it as an allignment to the strategy of its foreign parent company. However, the highlighted problem is whether the nature of suppliers in Indonesia is ready to support and participate in the e-Reverse Auction in order to obtain the most advantages of this method. To address this question, focus has been made to a case study of e-Reverse Auction implementation in one of the oil and gas multinational companies in Indonesia, XYZ Indonesia Inc. (XYZI). The analysis is made to each dimensions of empirical model of buyer supplier relationship. The dimensions are trust, satisfaction, adaptation) transaction specific investment, power/dependence, communication, commitment, and co-operation.XYZI is an -Indonesian subsidiary of XYZ with location based in Houston. XYZ has came up with an agreement with one of the leading market makers for e-Procurement, Ariba, to provide support in e-Reverse Auction to all XYZ subsidiaries globally. In Indonesia, XYZI has implemented e-Reverse Auction since fourth quarter 2004 -and completed five tenders using e-RA as a result. A total savings of USS 785,984.49 has been claimed as a success to the implementation_ However, this claimed number is actually a - gross number due to several losses occured during the process. The losses identified are mostly in terms of time of process and investments made_ to both XYZI buyers and suppliers.Having analyzed the seven dimensions of buyer-supplier relationship, trust and commitment have been considered the strongest dimensions. Focus should be made more in adaptation/ transaction specific investment, power/ depence, communication, and co-operation in order to gain the most advantage of e-Reverse Auction to both buyer and suppliers. The last dimension, satisfaction, is giving more attention to the other party, Ariba, as the market maker provider.In the end, several strategies have been proposed to develop implementation of e-Reverse Auction in XYZI. The strategies are suggesting a continuous introduction and education of e-Reverse Auction to all future XYZI's suppliers, a long term commitment with supplier as a result of e-Reverse Auction tenders, speed up the timing of e-Reverse Auction process, and obtain a thorough assistance from Ariba in Indonesia.