Pembahasan karya akhir ini khususnya berfokus kepada mismanaged crisis (krisis diluar kendali) dan reputation assaults (serangan terhadap reputasi) yang dihadapi oleh Newmont Minahasa Raya (NMR) dari sudut pandang external stakeholder. NMR cukup dibuat terkejut, dan tampak tidak siap karena di ?serang? bertubi-tubi dengan tudingan-tudingan yang dilakukan oleh para kelompok aktivis dari organisasi nirlaba (Non-Government Organizaiton). Hal-hal kontroversial seperti ini menarik perhatiau media massa baik nasional maupun internasional, dan mereka memuat berita negatif secara besar-besaran yang menyudutkan NMR, hal ini merupakan serangan terhadap reputasi NMR.
NMR dituduh telah mencemari lingkungan dan menygbabkan tenjadinya isu menyangkut gangguan kesehatan terhadap penduduk di komunitas lokal serta hilangnya penghasilan dari para nelayan yang selama ini mendapat penghasilan dari penangkapan ikan dari perairan di teluk Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara. Walau dikenakan denda sebesar US$700 juta karena telah mencemarkan air, merusak lingkungan dan ekosistem, Serta memberi dampak buruk terhadap kesehatan penduduk lokal, NMR terus membantah tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepadanya.
Hingga saat ini, NMR secara konsisten mengkomunikasikan bantahan-bantahan bahwa mereka tidak melanggar peraturan termasuk pencemaran terhadap perairan di teluk Buyat. Perjanjian kesepakatan (goodwill agreement dalam bentuk pembayaran ?diluar sidang? sebesar US$30 juta, menurut NMR bukan merupakan pengakuan NMR bersalah, hal ini dipertegas lagi oleh manajemen Newmont saat NMR menyatakan kesediaanya membayar good will agreement di media. Nada yang dikomunikasikan media terhadap NMR bernada negatif, dan oleh para external stakeholder lontaran jawaban dari NMR dinilai arogan, kurang peduli dan tidak sensitif.
Tujuan karya akhir ini adalah untuk lebih memahami, mendalami serta mencari tahu apa penyebab terjadinya krisis yang tidak terkendali (mismanaged crisis) ini, apakah NMR memiliki sistem kendali dan mengembangkan strategi penanganan manajemen krisis untuk kedepannya. Untuk mendapat konifirmasi tentang studi ini, penulis merasa perlu untuk mengumpulkan data dan opini publik terhadap NMR, reputasinya dan citranya setelah krisis berlangsung. Pengumpulan data didukung dengan riset secondary dan qualitative. Metoda untuk riset qualitative, penulis memilih in-depth interview.
Dalam menganalisa subjek ?krisis yang tidak terkendali dan serangan-serangan terhadap reputasi organisasi' (mismanaged crisis and assaults on an organization 's reputation?) dari perspektif stakeholder diluar organisasi, penulis melakukan eksplorasi dengan memakai berbagai model krisis dan mengambilnya dari sumber-sumber seperti dari: Argenti (1994), Campbell (1999), Lerbinger (1997), Caponigro (2000), dan etika bisnis dari de George (1982), model reputasi dari Fombrun (1996), kekuatan media dari Adiprigandari Adiwoso (2005), dan hubungan masyarakat dari Baskin et al (1992).
Hasil dari riset lapangan mengkonfirmasikan bahwa NMR telah mendapatkan berbagai macam julukan dari ?The Big Ugly American Corporation' yang memiliki kekuatan ibarat ?Goliath ', perusahaan yang kurang peka terhadap peringatan-peringatan dalam bentuk isu-isu yang meningkat menjadi musibah atau malapetaka buat NMR. Hasil in-depth interview mengkonfirmasikan adanya isu-isu dimana NMR tidak mematuhi etika bisnis terutama diseputar lokasi dimana mereka beroperasi.
Sudah merupakan hal yang wajar dimana semua organisasi dituntut untuk turut berperan serta dalam rnembangun dan mengembangkan standard hidup masyarakat lokal dimana mereka beroperasi, oleh karena iiu studi karya akhir ini tidak membicarakan isu ini, NMR memang seharusnya komit dengan Corporate Social Responsibility/CSR (Tanggung Jawab Sosial Korporasi). Satu hal yang perlu diperhatikan oleh NMR, bahwa selayaknya semua kegiatan CSR untuk disosialisasikan kesemua stakeholder NMR, terdiri dari: komunitas lokal, para activist, lembaga swadaya masyarakat/LSM (NGOs), media massa, pemerintah, shareholder dan masyarakat umum, guna untuk membuktikan bahwa NMR secara konsisten komit dalam kegiatan-kegiatan CSR, yang manfaatnya diperuntukan untuk masyarakat lokal.
Dengan telah ternodanya reputasi dan terlukanya citra NMR, dimana pemulihan akan memakan waktu bertahun-tahun, saat untuk memulai pemulihan nama baik dan Iuka citra ini harus dimulai saat ini juga Yaitu memulainya dengan keterbukaan manajemen, lebih transparan, tidak ?bersembunyi? dibalik pemerintah yang mana selarna ini kesannya pemerintah telah di ?sogok? oleh NMR, guna untuk mendapatkan kelancaran berjalannya operasi perusahaan terutama di masa permerintahan yang lalu. Dengan telah berubahnya jarnan dan lingkungan bisnis, saatnya buat NMR untuk mengikuti perubahan-perubahan dan perkembangan yang berjalan selama ini.
Untuk tidak diam bungkam, karena diam bungkam bukan lagi emas atau 'silent is not anymore golden ', justru diam bungkam itu mernbahayakan. Dengan tidak adanya keterbukaan, media massa dan para activis akan selalu curiga terhadap gerak gerik NMR. Dengan tidak atau kurangnya berkomunikasi kepada para stakeholder, atau dengan mengabaikan lontaran-lontaran atau protes-protes yang bernada negatif dari media dan activist mengenai perbuatan NMR, NMR dengan penuh resiko mempertarungkan diri bahwa mereka dengan mudah dapat diekspos dengan berita-berita negatif, perlakuan NMR yang ?telah? mencemari kesehatan dan Iingkungan. Tulisan-tulisan yang menyerang reputasi dan citra NMR di media massa dengan sendirinya membentuk cerita tersendiri. Inforrnasi-informasi yang diberitakan oleh media rnassa merupakan sumber-sumber yang justru membentuk opini dibenak para srakeholder NMR. Salah satu cara untuk mengurangi terjadinya negative media coverage adalah keterbukaan dalam berkomunikasi, dengan menciptakan komunikasi dua arah. Tidak ada salahnya untuk NMR berkomunikasi langsung dengan stakeholder yang paling kena dampaknya langsung, dengan melakukan dialog dialog. Tidak ada salahnya untuk lebih menampilkan atau menonjolkan manajmen NMR di khalayak umum, untuk membuktikan bahwa NMR terdiri dari orang-orang yang bertanggung jawab, dan NMR yang bertanggung jawab sebagai good corporore citizen.
Pelajaran yang dapat dipetik dari krisis teluk Buyat ini untuk kedepannya, supaya NMR dapat mendeteksi tanda-tanda akan adanya isu-isu ditahap awal, dan untuk tidak membiarkan isu-isu berkembang menjadi krisis. Untuk NMR supaya lebih paham bahwa masyarakatpun mengalami perubahan-perubahan, dimana secara demokratis mereka dapat menyuarakan Serta mengekspresikan isi suara hati mereka, terutama jika menyangkut kesejahteraan masyarakat. Untuk supaya NMR lebih mengerti bahwa setiap stakeholder mempunyai agenda masing-masing. Oleh karena itu selain re-active, NMR dituntut untuk lebih pro-active, selalu dalam keadaan siap. Untuk rnenghadapi krisis, diperlu perencanaan yang matang, oleh karena itu 'expect the unexpected!
This study focuses on mismanaged crisis and reputation assaults on Newmont Minahasa Raya (NMR) from the perspective of external stakeholders. Taken by surprise, NMR seemed unprepared when attacked by protests made by groups of activists / non-governmental organizations (NGOs). The controversy attracted key national and international media who gave NMR major headline news, with negative publicity, which assaulted NMR?s reputation.NMR had been alleged to have polluted the environment that caused serious health issues to the local villagers and significant losses of income for the fishermen who used to make a living from fishing around the Buyat Bay waters, in Minahasa, north of Sulawesi. Although charged with an amount of US$700 million for polluting the water, destructing the ecosystem, impacting on economic and health to local residents, NMR was adamant and denied the charges.Until to-date, how NMR communicated through the media, they consistently denied that they had done any misdeeds in Buyat Bay. The goodwill agreement of a US$30 million, as an ?out-of court? settlement was in no way NMR?s submission of guilt, this was clearly emphasized by Newmont?s top management in the media recently. The communication tone in the media on NMR issue was negative, while NMR?s response was perceived to be arrogant, uncaring and aloof.The paper intends to explore in-depth to find out the root of causes of the ?mismanaged? crisis, whether NMR had control system in place and subsequently to develop crisis management strategy, on how the company can take control over crisis in the future. In order to reinforce the findings of the study, it is necessary for the author to gather data and public opinion on NMR, its reputation and image post crisis. Tools to be used are the use of a secondary research and qualitative research, using in-depth interviews as a method.On analyzing the subject of ?mismanaged crisis and assaults on an organization 's reputation? from the perspective of outside stakeholders, the author explores on various relevant crisis models drawing sources such as Argenti (1994), Campbell (1999), Lerbinger (1997), Caponigro (2000), business ethics from de George (1982), reputation model from Fombrum (1996), the power of media from Adiprigandari Adiwoso (2005), and public relations from Baskin et al (1992).The field research of this study confirms that NMR had been given a number of ?nick-names? from the Big Ugly American Corporation, with its power resembling Goliath, an organization who stonewalled towards early warning issues which then escalated into a catastrophe. The in-depth interviews confirm issues that NMR did have ethical issues in business in place in where they operate.All organizations now are expected to take part in the community development, therefore it is not necessary for the study to discuss about this issue, NMR is obliged to commit to Corporate Social Responsibility. The only thing they must bear in mind is that they ought to communicate and prove it to their stakeholders (all of them), ranging from: the community, the activists, non-governmental organizations, the media, the government, shareholders and public at large, that NMR does have CSR and consistently commit to the programs, which will be of benefit to the most affected constituents, i.e. the local community.Having their reputation damaged and image hurt, although it would take NMR years to repair the damage, the time must start from now to start repairing it. That is by starting to perform openly, transparently, by not hiding behind the ?governments? with whom NMR might have ?bribed? for smooth operation in the past. The era and the business environment have changed, it is time for NMR to keep track of these changes and go along with the changes.Rather than to remain silent, when silent is not anymore ?golden?, but now is ?deadly?, media or activists suspect that NMR is up to something suspicious. By not communicating to these stakeholders, NMR is putting themselves at risk in getting explosive and extensive negative media coverage concerning health or environment destructions. The explosive media coverage has its own life, NMR?s stakeholders will form their own opinions about what they perceive NMR, such as its performance within the community. One of the ways in reducing negative media coverage is for NMR to be more open for communications, for example, to have a two-way communication. There is nothing wrong with communicating directly by forming a dialogue with the affected constituents. There is nothing wrong with increasing the visibility of NMR strong top management and make them accountable.In conclusion, NMR must learn from the Buyat Bay crisis, to detect early signs of issues by not letting issues converted into crisis. Understand that societies are changing, with citizens speaking-up and expressing their deep-felt concerns when there is an issue about the community. Understand that every stakeholder has their own agendas. In which case, NMR ought to be proactive and reactive at the same time. NMR to be prepared, to plan for a crisis, to expect the unexpected !