Berdasarkan inventarisasi yang dilakukan oleh Perum Perhutani akhir tahun 2000, diketahui bahwa 350 ribu hektar hutan di Sawa rusak. Hutan yang rusak di Jawa Tengah tercatat 100 ribu hektar, termasuk Kabupaten Wonosobo. Kerusakan terluas terjadi di wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Wonosobo. BKPH Wonosobo adalah salah satu bagian dari Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Utara, Perhutani Unit I Jawa Tengah. Kerusakan hutan yang terjadi di BKPH Wonosobo tidak hanya terjadi di kawasan hutan produksi namun terjadi pula di kawasan hutan lindung. Penduduk membuka kawasan hutan lindung tersebut untuk pertanian.Penjelasan Pasal 50 ayat (3) hunaf b Undang-undang No. 41 Tahun .1999 tentang Kehutanan menyatakan bahwa melakukan pembukaan kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, disebut merambah. Merambah kawasan hutan merupakan salah satu larangan bagi setiap orang. Data dari BKPH Wonosobo memperlihatkan bahwa luas kawasan hutan lindung yang dirambah untuk pertanian sampai dengan Pebruari 2004 adalah seluas 1.948,10 hektar atau 50,59% dari total luas baku seluas 3.850,90 hektar. Distribusinya meliputi Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Dieng, Sigedang, dan Anggrung Gondok. RPH yang mengalami perambahan terluas adalah Dieng. Pertanyaan penelitian: (1) Faktor-faktor apakah yang melatarbelakangi terjadinya perambahan di kawasan hutan lindung? (2) Dampak ekologi apa yang ditimbulkan dari perambahan di kawasan hutan lindung? (3) Bagaimana upaya penanggulangan dan pencegahan terjadinya perambahan di kawasan hutan lindung?
Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis: (1) Faktorfaktor yang melatarbelakangi terjadinya perambahan di kawasan hutan lindung, (2) Dampak ekologi yang ditimbulkan dan perambahan di kawasan hutan lindung, dan (3) Upaya penanggulangan dan pencegahan terjadinya perambahan di kawasan hutan lindung. Hipotesis penelitian : (1) Perambahan hutan lindung dilatarbelakangi oleli faktor-faktor: (a) Masyarakat tidak mengetahui keberadaan kawasan hutan lindung, (b) Masyarakat tidak mengetahui adanya aturan-aturan yang berlaku dalam kawasan hutan lindung, (c) Masyarakat mengetahui keberadaan dan aturan-aturan yang berlaku dalam kawasan hutan lindung, tetapi terdesak oleh kebutuhan ekonomi. (2) Dampak ekologi perambahan di kawasan hutan lindung adalah terjadinya banjir, berkurangnya air tanah, erosi, dan longsor. (3) Apabila upaya penanggulangan dan pencegahan perambahan dilakukan melalui penegakan hukum yang konsekuen, terjalinnya kerjasama yang sinergis dan simuttan antara pihak terkait, dan adanya partisipasi masyarakat, maka perambahan dapat ditanggulangi dan dicegah. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif Penelitian dilakukan di RPH Dieng yang terletak di Dataran Tinggi Dieng, meliputi petak 8, 10, 11, dan 12. Data primer dan sekunder dikumpulkan dengan metode wawancara mendalam dan dokumenter.
Hasil analisis memperlihatkan sebesar 98% responden mengetahui keberadaan kawasan hutan lindung. Responden sebesar 98% menyatakan bahwa merambah hutan lindung adalah perbuatan yang dilarang. Pemanfaatan hutan pada hutan lindung diselenggarakan melalui pemberian izin, disetujui oleh responden sebesar 88%. Responden sebesar 98,3% menyatakan bahwa merambah hutan lindung bermanfaat untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. Sebesar 70% responden menyatakan longsor dan erosi sebagai dampak yang dirasakan. Dampak lain yang dirasakan responden adalah banjir (23,4%) , dan berkurangnya air tanah (3,3%). Upaya penanggulangan dan pencegahan yang telah dilakukan adalah reboisasi, penyuluhan dan penegakan hukum.
Kesimpulan penelitian adalah:
1. Faktor-kaktor yang melatarbelakangi terjadinya perambahan hutan lindung adalah: a) Masyarakat belum memiliki kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup, b) Masyarakat belum memiliki kesadaran hukum, c) Adanya keinginan untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi.
2. Dampak ekologi yang ditimbulkan Bari perambahan di kawasan hutan lindung adalah terjadinya longsor, erosi, banjir, dan berkurangnya air tanah.
3. Upaya penanggulangan dan pencegahan terjadinya perambahan di kawasan hutan lindung adalah mengembalikan kawasan hutan lindung yang telah menjadi lahan pertanian ke fungsi semuia, melalui penegakan hukum yang konsekuen, kerjasama yang sinergis dan simultan antara Perhutani, Pemerintah Daerah, dan masyarakat setempat.
Based on inventory conducted by Perum Perhutani at the end of 2000, it has known that 350, 000 hectares of forest in Java were destructed. Whereas destructed forest area in Central Java was 100,000 hectares, included in Wonosobo District. The most extensive destruction occurred in the area of BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) Wonosobo, KPH Kedu Utara, Perhutani Unit I, Central Java. Forest destruction that occurred at BKPH Wonosobo not only in the area of production forests, but also in protection forest areas. The local people open the protection forest area for farming. According to the explanations of Law No. 41 in 1999 on Forestry, Chapter 50, Article (3), Section (b), utilizing forest area without legal permit of the Authorized Government is defined as encroaching. Encroaching of forest area is restricted for anyone. Data obtained from BKPH Wonosobo showed that encroachment on protection forest up to February 2004 was 1,948 hectares or 50.59% of total protection forest area, is 3,850.90 hectares. The distribution comprises Resort of RPH (Resort Pemangku Hutan) Dieng, Sigedang, and Anggrung Gondok. The largest encroached area is Dieng. The proposed questions in this research are (1), which factors that causing to encroach in protection forest area? (2) What is the ecological impact of protection forest area encroachment? (3) .How is the effort in overcoming and preventing the encroachment at protection forest area?The objectives of this research= are to identify and analyze: (1) the factors that causing to encroach in the protection forest area, (2) the ecological impact of protection forest area encroachment, and (3) the effort in overcoming and preventing that causing to encroach in protection forest area. The hypothesis of this research are: (1) The factors of encroachment are: (a) The local people didn't know the existence of protection forest area, (b) They didn't know the regulations on protection forest area, (c) They knew it, however there is economical condition, (2) Encroachment caused to flood, lack of ground water, erosion, and landslide. (3) If the effort in overcoming and preventing of encroach conducted through consequent low enforcement, tied in synergic cooperation between related parties, and there is community participation, so the encroaching of protection forest area can be overcome and prevented. The method applied in this research was descriptive method. The research was conducted in RPH Dieng, which located at Dieng plateau, comprising of block 8, 10, 11, and 12. It used in-dept interview and documentary collects primary and secondary data.The result of the analysis showed that 98% respondents know the existence of the protection forest area. 98% respondents said that to encroach the protection forest is forbidden. 88% respondents agreed that exploitation on protection forest should carry out with permission. 98,3% respondents said that encroaching the protection forest is good for better income. 70% respondents said that landslide is one of the impacts, while another 23,4% respondents said that the impact is flood in the rainy season and 3,3% respondents said there is lack of ground water in dry season. Reforestation, law enforcement and socialization are the efforts conducted in overcoming and preventing the encroachment.The conclusions of the research are:1. The factors that causing the encroachment are: a) the local community doesn't have proper awareness to keep environment preservation, b) the local community doesn't have less awareness on law, c) the local community wants to have more income.2. The impact on ecology which is caused by the encroachment on the protection forest area was landslide, erosion, flood, and lack of ground water.3. The efforts to prevent encroachment on the protection forest area is by re-function the protection forest through consequent low enforcement, simultaneous and synergic cooperation among Perhutani, Local Government, and the local community.