Pemilihan judul "Kebijakan Politik Kabinet Sjahrir" sebagai objek penelitian didasarkan atas ketertarikan peneliti pada hal-hal yang muncul dalam periode ketika Sutan Sjahrir berkuasa sebagai Perdana Menteri, mulai 14 November 1945 sampai 27 Juni 1947.
Sebagaimana diketahui masa kerja kabinet berlangsung dalam 3 babak Pemerintahan yaitu Kabinet Sjahrir pertama (14 November 1945 - 12 Maret 1946), Kabinet Sjahrir kedua (13 Maret 1946 - 2 Oktober 1946) dan Kabinet Sjahrir ketiga (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947).
Periode 14 November 1945 - 27 Juni 1947 menjadi panting karena merupakan awal perjuangan Revolusi Kemerdekaan dimana unsur konflik militer yang memunculkan pertempuran merupakan bagian yang sukar dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Semestinya, Kabinet Sjahrir adalah kabinet perang. Namun Sutan Sjahrir tidak memfungsikan pemerintahannya sebagai kabinet yang kuat dan rniliteristik tapi justru memulai fondasi sistim pemerintahan yang demokratis. Tapi perhatiannya pada masalah militer tidak dikesampingkan begitu saja. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui bagaimana kebijakan militer selama 20 bulan pemerintahan tersebut. Apa yang terjadi dan usaha-usaha politik militer apa yang dilakukan guna mempertahankan kemerdekaan. RI sejak proklamasi 17 Agustus 1945 ?
Sjahrir bercita-cita mewujudkan kemerdekaan RI yang merupakan jembatan untuk mencapai tujuan sebuah Negara yang menjunj ung kerakyatan, kemanusiaan, kebebasan dari kemelaratan, menghindari tekanan dan penghisapan, menegakkan keadilan, membebaskan bangsa dari genggaman feodalisme dan menuju pendewasaan bangsa. Tujuan itu tidak disebut-sebut dalam program awal kabinet pertama RI (18 Agustus 1945 - 14 November 1945) yang dipimpin Soekamo yang berbentuk Kabinet Presidensial.
Kesempatan untuk mewujudkan cita-cita itu datang dalam persidangan pertama Komite Nasional Indonesia Pusat di Jakarta tanggal 16 Oktober 1945. Ketika itu Sjahrir diminta duduk sebagai ketua Badan Pekerja K.N.I.P dimana sebagian besar anggotanya sedang mengusulkan perubahan fungsi K.N.I.P dari hanya sebagai badan pembantu Presiden, menjadi lembaga legislatif. Hal itu didukung Hatta yang menerbitkan Maklumat Wakil Presiden No.X tentang pemberian kekuasaan legislatif kepada K.N.I.P. Bersama Presiden KN.I.P juga ditetapkan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.
Setelah menjabat, di lembaga tersebut Sjahrir menyusun Haluan Negara yang menggambarkan kedudukan R.I sebagai perwujudan hak menentukan nasib sendiri suatu Negara demokratis.
Untuk mewujudkan Republik Indonesia sebagai negara hasil perjuangan Bangsa Indonesia yang demokratis, atas pemikiran Sjahrir pada tanggal 1 November 1945 diterbitkan Manifesto Politik oleh Pemerintah. Haluan Politik Pemerintah tersebut ditandatangani Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Untuk mendukung kebijakan nasional baru, pada tanggal 3 November 1945 diterbitkan Maklumat Pemerintah lainnya yang isinya antara lain, berdasarkan usul badan pekerja K.N.I.P, bahwa Pemerintah memberi kesempatan pendirian partai-partai politik.
Kemudian, sebagai ketua BY K.N.I.P, Sjahrir mengajukan maklumat K.N.I.P no.5 tanggal 11 November 1945 yang isinya pembentukan kabinet dengan susunan menteri yang bekerja kolektif yang dipimpin Perdana Menteri. Perdana Menteri ditunjuk oleh Kepala Negara. Format itu terpaksa disetujui Presiden Soekarno. Proses selanjutnya, pada tanggal 14 November 1945 terbentuk Kabinet R.I kedua yang berbetuk kabinet ministerial dengan Sjahrir sebagai Perdana Menteri.