Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi hutan dan industri kehulanan di Indonesia dan khususnya di Kalimantan Selatan yang sudah sangat memprihatinkan. Pengusahaan hutan melalui Hak Pengusahaan Hutan (HPH) selama lebih dari 20 tahun lernyata telah menyebabkan areal hutan yang rusak (deforeslasi) sernakin bertambah dan disisi lain kemampuan pasok bahan baku kayu bulat (log) dari hutan alam produksl lebih kecil dari kapasitas industri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui optimalisasi hutan alam produksl di Kalimantan Selatan dengan mempertimbangkan beragam kepentingan serta merumuskan kebijakan publik bagi pengelotaan hutan alam produksi Kalimantan Selatan dengan memanfaalkan hasil perhitungan optimalisasi yang telah didapatkan.
Dengan pendekatanlmetode Linear Goal Pmgramming, optimalisasi manfaat ekonomi hutan alam produksi dapal dijelaskan melalui besar kecilnya nilai penyimpangan terhadap target menurut tujuan yang ingin dicapai. Semakin besar nilal penyimpangan negalif, semakin jauh dari target yang ditetapkan. Berdasarkan informasi yang ada, maka dilakukan pengembangan model LGP sebagai berikut : 1). Penetapan tujuan atau target dan prioritasnya; 2). Menentukan peubah dan paramelernya; 3). Menentukan fungsi kendala model; 4). Menentukan Fungsi Tujuan Model dan; 5). Penyelesaian Oplimasi.
Berdasarkan jenis kayu olahan yang diproduksi industri kayu di Kalimantan Selatan, Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan menetapkan 4 target pokok dalam pengusahaan hutan produksi, yailu Memperoleh devisa paling sedikit US$ 313.0,00.000,- ; Penyerapan tenaga kerja sebanyak 60.000 orang; Memperoleh Mai tambah sektor kehutanan paling sedikit US$ 287.000.000,- ;dan Memperoleh penerimaan pungutan kehutananlpajak paling sedikit US$ 64.000.000,
Sedangkan kendala dalam mencapai target pengusahaan hutan alam produksi tersebut yaitu : Jatah TebanglProduksi Tahunan Lestari (AAC), Kapasilas Produksi Industri Pengolahan Kayu, Produksi Kayu Olahan, dan Ekspor Kayu Olahan.
Berdasarkan hasil analisis, solusi optimal yang dihasilkan jika mengacu pada besarnya jatah tebang tahunan (AAC) yang ditetapkan Pemerintah (Pusat) yailu 66.000 m3ltahun maka banyaknya lag yang diproduksi adalah 66.000 m3, log yang dipasarkan dalam negeri sebanyak 3.801.093,25 m3, kayu olahan yang diproduksi sebanyak 2.280.656 m', kayu olahan yang dipasarkan dalam negeri sebanyak 1.475.998 m3. dan kayu olahan yang diekspor sebanyak 804.658 m . Adapun tingkat pencapaian tujuan ekonomi pengusahaan hutan dengan MC 66.000 m3 yaitu penerimaan devisa sebesar US$ 313.000.000, penerimaan nilai lambah sektor kehutanan sebesar US$ 481.365.952. penyerapan tenaga kerja sebanyak 57.452 orang dan penerimaan pungutan kehutanan/pajak sebesar US$ 208.496.192. Solusi optimal yang dihasilkan jika mengacu pada besarnya AAC menurut perhitungan berdasarkan potensi hutan yailu 186.253,44 m3/tahun, maka banyaknya log yang diproduksi sebesar 186.253,438 m3, log yang dipasarkan dalam negeri sebanyak 3.801.115 m, kayu olahan yang diproduksi sebanyak 2.280.669 m3, kayu alahan yang dipasarkan dalam negeri sebanyak 1.475.305,875 m3 dan kayu olahan yang diekspor sebanyak 805.363,25 m3. Adapun tingkat pencapaian tujuan ekonomi pengusahaan hutan dengan MC 186.253,44 m3 yaitu penerimaan devisa sebesar US$ 313.000.000, penerimaan nilai tambah seklor kehutanan sebesar US$ 481.482.032, penyerapan tenaga kerja sebanyak 58.246 orang dan penerimaan pungutan kehutananlpajak sebesar US$ 212.919.360.
Dengan bantuan program LINDO, diperoleh hasil bahwa perubahan koefisien variabel keputusan berpengaruh pada nilai variabel, besarnya penyimpangan (variabel deviasional) dan pada- pencapaian tujuanltarget. Peningkatan nilai sisi kanan (righthand sides) atau nilai target akan menyebabkan nilai penyimpangan (variabel deviasional) semakin besar, atau dengan kata lain semakin jauh dari target yang ditetapkan.
Berdasarkan solusi optimal dan hasil analisis terhadap manfaat ekonomi hutan alam produksi Propinsi Kalimantan Selatan, keputusan optimal yang diambil dapat didasarkan pada 2 (dua) pertimbangan. Pertama, jika melihat kondisi hutan produksi di Propinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2003 yang sudah sangat memprihatinkan dengan potensi rata-rata 30 m3 ha, maka hasil perhitungan berdasarkan MC sebesar 66.000 m3/tahun yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan pembangunan kehutanan, khususnya dalam pengusahaan hutan produksi. Hai ini semata-mata untuk mencegah agar kerusakan hutan produksi tidak bertambah parah dan eksploitasi kayu yang berlebihan dapat ditekan. Kedua, jika didasarkan pada potensi iuas hutan produksi yang masih ada pada tahun 2003, maka hasil perhitungan berdasarkan MC sebesar 186.253,44 m3/tahun yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan pembangunan kehutanan, khususnya dalam pengusahaan hutan produksi. Namun dengan syarat, bahwa pemenuhan jatah tebangan tahunan itu diperoleh dengan hasil legal logging.