Penelitian tentang peran policy maker dalam pengarusutamaan jender, dilatarbelakangi oleh faktor yuridis, fakta, dan sosiologis tentang hal yang terkait dengan peran policy maker.
Tujuan penelitian: Pertama, mengetahui seberapa jauh tingkat sensitivitas jender para policy maker dalam membuat kebijakan. Kedua, mengetahui pola yang digunakan para policy maker dalam Upaya peningkatan harkat dan martabat perempuan dalam kebijakan yang sensitif jender. Ketiga, dapat mengungkap dan menganalisis berbagai faktor penghambat dan pendukung para policy maker dalam Upaya pengarusutamaan jender. Keempat, dopat menjadi solusi dalam upaya-upaya ke arah mempertebal tingkat kepekaan/sensitivitas jender para policy maker ke dalam setiap kebijakan yang dibuat.
Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif. dengan subjek penelitian para aparatur Pemerintah Propinsi DKl Jakarta yang dikategorikan sebagai policy maker. Pengumpulan data berorientasi pada penemuan dan Iogika induktif dan data tersebut dianalisis dengan menggunakan analysis interactive model.
Hasil penelitian tentang peran policy maker dalam pengarus utamaan tender, ditemukan: Pertama, pada tingkat sensitivitas policy maker sudah terdapat adanya pemahaman baru tentang peran yang sama antara laki-laki dan perempuan. Kedua, kegiatan/program kerja yang disusun oleh policy maker sudah sensitive jender. Ketiga, faktor pendukung dan penghambat policy maker berasal dari faktor internal dan eksternal. Keempat, Upaya/hasil kongkrit yang diwujudkan oleh policy maker berupa Keputusan Gubernur, seperti: Pembentukan Pusat Perlindungan dan Layanan Terpadu bagi Perempuan, dan lainnya.
Kesimpulan secara umum, policy maker sudah responsive jender, hal ini ditandai dengan adanya upaya intensif pemerintah melalui pengarusutamaan jender yang ditujukan agar semua kebijakan pembangunan dilaksanakan dengan mempertimbangkan akses, kesempatan, kontrol dan manfaal yang dirasakan oleh perempuan dalam pembangunan. Akhirnya dapai disimpulkan satu titik akhir, bahwa peran policy maker dalam pengarusutamaan jender di Propinsi DKI Jakarta, sudah berperan sangai signifikan, artinya ditemukan indikasi bahwa mereka tidak hanya sebatas perencanaan dan operasi program, melainkan sudah sampai tahap pengawasan, monitoring dan evaluasi dari setiap kebijakan yang ditetapkan.
Rekomendasi, diharapkan Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Propinsi DKI Jakarta khususnya, Pertama: mampu mempertahanakan budaya pembuatan kebijakan yang berlangsung dalam suatu sistem, kedua: mengoptimalkan pelatihan kreativitas dalam pembuatan kebijakan, Ketiga: mengoptimalkan keikutsertaan policy maker dalam pelatihan dan penelitian di bidang pengarusutamaan jender, dan Keempat: mengoptimalkan pengkoordinasian, kelima: terus menerus memotivasi policy maker dalam membuat kebijakan pembangunan tidak hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan praktis jender saja, melainkan juga lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan strategis jender yang merupakan kebutuhan dan kemampuan yang berkaitan dengan perubahan sub-ordinasi perempuan terhadap laki-Iaki seperti perubahan dalam pembagian akses, peran, kontrol, dan manfaat terhadap pembangunan.