Proses perencanaan dan penganggaran merupakan tahapan penting bagi sebuah negara dalam mengelola tujuan bernegara, pembangunan dan mengalokasikan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan bersama. Namun, persoalan proses masih kurang dilihat dalam perspektif tatakelola daripada perspekif hukum dan ekonomi. Perspektif tatakelola (
governance) menawarkan cara pandang dari administrasi publik bagaimana membangun proses yang efektif, efisien, transparan, akuntabel dan partisipatif. Persoalan yang banyak dihadapi oleh banyak negara tidak terkecuali bagi Indonesia. Pengalaman mengelola pembangunan dan anggaran di era kemerdekaan, demokrasi terpimpin, orde baru dan saat ini reformasi memiliki perbedaan baik karena pengaruh lingkungan eksternal maupun dinamika lingkungan internal. Olehkarenanya tatakelola proses perencanaan dan pembangunan mengalami tantangan yang berat akibat perubahan yang terjadi di lingkungan eketernal dan internal, begitu halnya tekanan pada orientasi dan prosesnya.
Penelitian ini menggunakan perspektif tatakelola untuk melihat penyebab dari tatakelola proses perencanaan dan penganggaran yang terfragmentasi baik dari sisi eksternal, internal, orientasi dan proses. Selain itu penelitian ini bermaksud mencari faktor penyebab tingkat transparansi, akuntabilitas dan partisipasi dalam tatakelola perencanaan dan penganggaran yang masih kurang optimal dibanding dengan negara regional lainnya. Faktor-faktor yang ditemukan dari pertanyaan penelitian selanjutnya dikonstruksi sebagai usulan transformasi tatakelola dalam mengatasi fragmentasi, transparansi, akuntabilitas dan partisipasi.
Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktifis dengan teknik pengumpulan dan analisa data kualitatif. Dari data dan analisa data dapat disimpulkan bahwa faktor persaingan atau rivalitas antara lembaga perencanaan dan peanganggaran memnyebabkan pilihan tatakelola cenderung memisahkan antara keduanya dan menempuh cara koordinasi dan sinkronisai dalam mengatasi dampak deviasi antara yang direncanakan dengan yang dianggarkan. Sedangkan, transparansi yang bukan bersumber dari inisiatif internal organisasi cenderung membatasi diri untuk menyampaikan rencana kegiatan dan anggaran ke publik, selama tidak ada permintaan publik melalui prosedur kebebasan memperoleh informasi publik. Akuntabilitas lebih mencerminkan hubungan antara eksekutif dan legislatif tanpa banyak melibatkan partisipasi publik. Partisipasi publik menjadi rendah karena transparansi yang terbatas, dan minimnya kapasitas literasi publik terkait perencanaan dan penganggaran. Distorsi dalam proses merupakan akibat perilaku eksekutif dan legislatif dalam mengembangkan mekanisme informal dan pengaruh jejaring politisi dan pengusaha dalam mempengaruhi keputusan anggaran.
Kata Kunci: Tata Kelola, Perencanaan, Penganggaran, Fragmentasi, Koordinasi, Sinkronisasi, Transparansi, Akuntabilitas dan Partisipasi
The planning and budgeting process is critical for a country in controlling state goals, and development, and allocating resources to meet shared goals. However, process challenges are still seen more from a legal and economic point of view than from a governance. The governance point of view provides public administration insight into how to create procedures that are effective, efficient, transparent, accountable, and participatory. Indonesia is not immune to the issues that many other countries experience. Because of the effect of the external environment and the dynamics of the internal environment, experiences in managing development and budgeting over the eras of independence, guided democracy, the New Order, and the present reform phase varied. The governance of planning and development processes is facing significant problems as a result of changes in the external and internal environments, as well as pressure on orientation and procedures.This research examines the causes of fragmented governance of the planning and budgeting process from the external, internal, orientation, and process perspectives. Furthermore, the purpose of this research is to identify the elements that contribute to the lack of openness, accountability, and public participation in planning and budgeting governance in comparison to other regional nations.The elements discovered in the study questions are then built into a suggested governance revolution aimed at overcoming fragmentation, transparency, accountability, and participation. The factors found in the research questions are then constructed as a proposed transformation of governance in overcoming fragmentation, transparency, accountability, and participation.This study employed constructivsm approach using qualitative data collecting and analytic approaches to solve these research issues. According to the data analysis, aspects of rivalry between planning and budgeting agencies drive the choice of governance to tend to divide the two and to take coordination and synchronization in overcoming the impact of deviations between what is planned and what is budgeted. Meanwhile, transparency that is not initiated by the internal organization tends to be limited to communicating activity plans and budgets to the public, as long as no public request is made through the procedure for freedom of accessing public information. Accountability focuses on the connection between the administration and the legislative, with little publicparticiapation as result of a lack of openness, accountability at the inter-agency level, and a lack of public literacy skills on planning and budgeting. Informal channels and the effect of politicians and businessmen's networks has distorted the budgeting process between legislation and legislative.