Pengangkatan anak idealnya dilakukan oleh orang tua yang utuh karena dianggap mampu memberikan kesejahteraan dan perlindungan demi perkembangan anak yang lebih baik. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi orang tua tunggal untuk melakukan pengangkatan anak, terutama apabila seseorang mampu secara finansial dan sosial dalam mengurus, mengasuh, mendidik, dan memberikan kasih sayang demi kepentingan terbaik anak dan kesejahteraan anak di masa depan. Pengangkatan anak oleh orang tua tunggal memiliki akibat hukum terhadap perwalian dan hak mewaris. Namun, akibat hukum terhadap perwalian dan hak mewaris memiliki akibat yang berbeda-beda antara hukum adat, hukum perdata barat, dan hukum Islam. Orang tua tunggal yang hendak melakukan pengangkatan anak harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari Menteri Sosial, untuk kemudian mendapatkan penetapan pengadilan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang mencakup bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif dengan menghasilkan data deskriptif analitis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa peraturan mengenai pengangkatan anak, khususnya pengangkatan anak oleh orang tua tunggal di Indonesia masih tersebar dalam beberapa peraturan. Peraturan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal secara implisit diatur dalam Staatsblad Nomor 129 Tahun 1917 yang hanya berlaku bagi golongan tionghoa. Kemudian, hukum nasional yang mengatur mengenai kebolehan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal diatur dalam SEMA Nomor 6 Tahun 1983, dan peraturan lebih rinci terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 110/Huk/2009. Selain itu, praktik pengangkatan anak oleh orang tua tunggal dalam peradilan Indonesia masih belum memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini sangat berdampak pada kesejahteraan dan juga perlindungan terhadap anak. Pembuat undang-undang seharusnya melakukan unifikasi hukum agar dapat memberikan kepastian hukum kepada Hakim maupun masyarakat, serta meminimalisir terjadinya permasalahan-permasalahan dalam proses pengangkatan anak oleh orang tua tunggal.
Adoption of children is ideally carried out by parents who are intact because they are considered capable of providing welfare and protection for the better development of children. However, it is possible for single parents to adopt children, especially if a person is financially and socially capable of fostering, nurturing, educating, and providing affection for the best interests of the child and the child's welfare in the future. Adoption by a single parent also has legal implications for guardianship and inheritance rights. However, the legal consequences for guardianship and inheritance rights vary between customary, civil, and Islamic law. Single parents who want to adopt a child must first obtain permission from the Minister of Social Affairs, and then obtain a court order. The research method used in this study is normative juridical using secondary data which includes primary legal materials and secondary legal materials. The analytical method used in this study is a qualitative analysis method by producing analytical descriptive data. Based on the research conducted, it is known that regulations regarding child adoption, especially adoption by single parents in Indonesia are still scattered in several regulations. Regulations for adopting children by single parents are implicitly regulated in Staatsblad Number 129 of 1917, which only applies to the Chinese group. Then, the national law governing the permissibility of adopting children by single parents is regulated in SEMA Number 6 of 1983, and more detailed regulations are contained in Regulation of Government of The Republic of Indonesia Number 54 of 2007 and Minister of Social Regulations Number 110/Huk/2009. In addition, the practice of adopting children by single parents in Indonesian courts still does not comply with statutory provisions, so legislators should carry out unification of law to provide legal certainty to judges and the public, as well as minimize the occurrence of problems in the process of adoption by single parents.