Pandemi yang terjadi cukup memberikan dampak terhadap pelayanan yang diberikan. Beragam tantangan yang harus dihadapi antara lain penyesuaian sumber daya seiring dengan pertambahan kasus pasien COVID-19, pemberian perlindungan ekstra terhadap tenaga kesehatan hingga tantangan ekonomi. Adapun kewajiban yang harus dimiliki oleh setiap rumah sakit terkait mutu layanan menurut Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 36 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 yaitu mampu memberikan pelayanan kesehatan dengan mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien yang aman, bermutu, tidak diskriminatif, dan efektif. Selain itu, mampu membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan yang diberikan. Mengacu pada landasan diatas, sejak tahun 2016 rumah sakit telah menjalankan program Peningkatan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit sesuai Standar dengan tujuan terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan yang prima. Agar program tersebut berjalan dengan lancar, maka dibutuhkan perencanaan anggaran yang matang hingga realisasi yang tepat dengan mengutamakan prinsip efektivitas dan efisiensi. Penyerapan anggaran masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh RSUD. Pada tahun 2019, terjadi penyerapan anggaran yang relatif rendah pada program peningkatan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit sesuai Standar, yaitu hanya sebesar 29,09%. Hal ini berdampak pada penurunan alokasi anggaran tahun 2020 sebanyak 99,7% yaitu menjadi Rp3,450,000. Dengan alokasi anggaran yang sangat kecil ini pun anggaran tidak mampu diserap oleh RSUD, yang sampai saat ini belum diketahui penyebab utama rendahnya penyerapan anggaran pada tahun 2019 dan 2020. Padahal alokasi dan penyerapan anggaran pada program ini bertujuan untuk menjamin mutu pelayanan kesehatan yang diberikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui factor yang menjadi pemicu rendahnya penyerapan anggaran pada program Peningkatan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit Sesuai Standar tahun 2019 dan 2020 serta tindak lanjut perbaikan penyerapan anggaran untuk peningkatan mutu layanan. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan design cross sectional. Hasil penelitian menggambarkan bahwa rendahnya penyerapan anggaran yang terjadi disebabkan oleh belum adanya jadwal masing-masing kegiatan secara rinci sehingga kegiatan tidak dapat berjalan secara optimal, RSUD belum melakukan analisis biaya manfaat (cost benefit) guna menunjang penetapan alokasi anggaran yang baik, belum memiliki prasyarat khusus bagi karyawannya yang ingin mengikuti pelatihan, belum memiliki modul khusus kegiatan untuk nakes dan non nakes, belum memiliki sistem aplikasi komputer yang terintegrasi serta belum optimalnya fungsi SPI dan dewan pengawas dalam pemantauan dan evaluasi anggaran.
The pandemic that occurred had quite an impact on the services provided. The various challenges that must be faced include adjusting resources in line with the increase in cases of COVID-19 patients, providing extra protection for health workers to economic challenges. As for the obligations that must be owned by every hospital related to service quality according to Director General of Treasury Regulation Number 36 of 2016 and Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 4 of 2018 namely being able to provide health services by prioritizing patient interests and safety that are safe, quality, non-discriminatory, and effective. In addition, able to create, implement, and maintain quality standards of health services provided. Referring to the basis above, since 2016 the hospital has implemented a Hospital Service Quality Improvement program according to Standards with the aim of realizing excellent service quality improvement. In order for the program to run smoothly, it requires careful budget planning to the right realization by prioritizing the principles of effectiveness and efficiency. Budget absorption is still a problem faced by RSUD. In 2019, there was relatively low absorption of the budget for the Hospital Service Quality improvement program according to standards, namely only 29.09%. This resulted in a decrease in the 2020 budget allocation by 99.7%, namely to IDR 3,450,000. Even with this very small budget allocation, the budget has not been able to be absorbed by the RSUD, which until now has not been identified as the main cause of the low absorption of the budget in 2019 and 2020. Even though the allocation and absorption of the budget in this program aims to guarantee the quality of health services provided. This study aims to determine the factors that trigger the low absorption of the budget in the 2019 and 2020 Standard Hospital Service Quality Improvement programs as well as follow-up actions to improve budget absorption to improve service quality. This research is descriptive analytic with cross sectional design. The results of the study illustrate that the low absorption of the budget that occurs is caused by the absence of a detailed schedule for each activity so that activities cannot run optimally, the RSUD has not carried out a cost benefit analysis to support the determination of a good budget allocation, does not yet have specific prerequisites for employees who wish to take part in training, do not yet have a special activity module for health and non-health workers, do not yet have an integrated computer application system and the function of the SPI and supervisory board is not yet optimal in budget monitoring and evaluation.