Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas 17.000 pulau dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan mangrove Indonesia merupakan 23% dari ekosistem mangrove dunia. Salah satu wilayah konservasi ekosistem mangrove terdapat pada Kawasan Mangrove Angke Kapuk, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Kawasan ini merupakan satu-satunya kawasan hutan lindung di Provinsi DKI Jakarta. Kawasan mangrove di Jakarta Utara terfragmentasi menjadi beberapa blok seperti pada Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK), Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA), Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo, Arboretum Mangrove, dan Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk. Menanggapi meningkatnya tuntutan yang ditempatkan pada lanskap dan kesulitan dalam memenuhi tujuan keberlanjutan, wilayah ekologi lanskap masih terus berkembang. Sehingga, perlu integrasi peneliti pada ilmu pengetahuan ke dalam sistem pengelolaan skala lanskap dengan kerjasama yang efektif dan keterlibatan lokal, meningkatkan kapasitas lanskap untuk memberikan berbagai manfaat, komponen kunci dari ilmu pengetahuan keberlanjutan lanskap. Oleh sebab itu, perlu kajian spasial konektivitas lanskap sebagai bagian dari penilaian lanskap mangrove yang berkelanjutan di Kawasan Angke Kapuk, Jakarta Utara. Persamaan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode konektivitas lanskap. Dengan demikian, keterbaruan metode terdapat pada lanskap berkelanjutan berbasis sosial-ekonomi dan fisik pada konektivitas lanskap dengan biodiversitas mangrove. Karakteristik sebaran lanskap mangrove di Kawasan Angke Kapuk, Jakarta Utara umumnya adalah Avicennia, Nipah, Pidada, dan Rhizopora dengan kerapatan mulai dari rendah, sedang, dan tinggi. Konektivitas lanskap mangrove di Kawasan Angke Kapuk, Jakarta Utara termasuk rendah pada SMMA dan Hutan Lindung serta sedang pada Ekowisata dan TWA Hal ini disebabkan mayoritas penggunaan lahan kawasan konservasi sebelumnya dari tambak sehingga tidak semua jenis mangrove dapat beradaptasi. Keberlanjutan lanskap wilayah mangrove di Kawasan Angke Kapuk, Jakarta Utara memiliki visi bersama yang setuju. Mayoritas responden sangat tidak setuju terkait berkurangnya mangrove.
Indonesia is an archipelagic country consisting of 17,000 islands with a high level of biodiversity. Indonesia's mangrove forests constitute 23% of the world's mangrove ecosystems. One of the areas of the mangrove ecosystem is located in the Angke Kapuk Mangrove Area, Penjaringan District, North Jakarta. This area is the only protected forest area in DKI Jakarta Province. The mangrove area in North Jakarta is fragmented into several blocks, such as the Angke Kapuk Protection Forest (HLAK), Muara Angke Wildlife Reserve (SMMA), Sedyatmo Toll Mangrove Ecotourism, Mangrove Arboretum, and Angke Kapuk Natural Tourism Park (TWA). In response to the increasing tensions placed in the world and the difficulties in meeting the goals of cancellation, the landscape ecological area is still growing. Thus, it is necessary to integrate researchers in science into landscape-scale management systems with effective collaboration and local involvement, increasing the capacity of landscapes to provide multiple benefits, a key component of landscape sustainability science. Therefore, it is necessary to study the spatial connectivity of the landscape as part of a sustainable mangrove landscape assessment in the Angke Kapuk Area, North Jakarta. The method used in this research is the landscape connectivity method. Thus, the novelty of the method is in sustainable landscapes based on socio-economic and physical landscape connectivity with mangrove biodiversity. The distribution characteristics of the mangrove landscape in the Angke Kapuk Area, North Jakarta, are generally Avicennia, Nipah, Pidada, and Rhizophora with densities ranging from low, medium, and high. The connectivity of the mangrove landscape in the Angke Kapuk Area, North Jakarta, is low in SMMA and Protected Forest and moderate in Ecotourism and TWA. The sustainability of the landscape of the mangrove forest area in the Angke Kapuk Area, North Jakarta, has a shared vision that has been agreed upon. The majority of respondents strongly disagree regarding the reduction of mangroves.