Orang tua diberikan hak dan kewajiban untuk mendidik anaknya oleh negara yang diatur dalam undang-undang. Salah satu cara mendidik anak yang kerap menuai pro dan kontra adalah mendidik anak dengan menggunakan hukuman fisik. Walaupun cara mendidik ini menuai perdebatan di beberapa kalangan, pemberian hukuman fisik sebagai salah satu cara untuk mendidik anak masih banyak digunakan di Indonesia dan terkesan
telah membudaya. Beberapa negara melarang secara tegas mengenai pemberian hukuman fisik sebagai salah satu cara untuk mendidik anak karena dinilai sama dengan melakukan kekerasan terhadap anak. Beberapa penelitian tentang hukuman fisik pada anak sampai
pada kesimpulan bahwa pemberian hukuman fisik dapat membawa dampak negatif terhadap perkembangan anak. Penelitian ini mengkaji mengenai keberlakuan penerapan hak mendidik terkait hukuman fisik terhadap anak pada perkara KDRT dalam Putusan No. 115/Pid.Sus/2021/PN Dpk dan Putusan No. 336/Pid.Sus/2020/PN Plk. Penelitian ini bersifat kualitatif dan menggunakan metode penelitian yang berbentuk yuridis-normatif, yaitu dengan mengkaji data sekunder. Penelitian ini juga menggunakan data primer sebagai pendukung data sekunder yang diteliti. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan fakta bahwa, pertama, hak mendidik sebagai alasan penghapus pidana di luar undang-undang masih berlaku dalam peradilan pidana Indonesia sebagaimana terdapat Putusan MA No. 2024 K/Pid.Sus/2009 dan belum ada peraturan perundang-undangan terkait yang melarang secara tegas mengenai hal ini. Kedua, budaya penggunaan hukuman fisik sebagai salah satu cara untuk mendidik anak sebagai bentuk dari hak mendidik nyatanya masih terjadi pada kehidupan masyarakat sekarang walaupun menuai perdebatan dalam penggunaannya karena dinilai berdampak negatif terhadap perkembangan anak. Ketiga, Majelis Hakim yang memutus Putusan No.
115/Pid.Sus/2021/PN Dpk dan Putusan No. 336/Pid.Sus/2020/PN Plk dalam pertimbangannya menyatakan bahwa pemberian hukuman fisik merupakan salah satu bentuk kekerasan.
Parents are given rights and obligations to educate their children by the state which are regulated in law. One way to educate children that often reaps pros and cons is educating children using corporal punishment. Although this educating method has sparked some debate on its use, the usage of corporal punishment as a way of educating children is still widely used in Indonesia and has become a culture. Several research that has been conducted about the usage of corporal punishment as a way to educate children have come to conclusion that the usage of corporal punishment is considered to have a negative impact on children's development. This qualitative research examines the applicability of the right to educate related to corporal punishment against children in cases of domestic violence in District Court Decision Number: 115/Pid.Sus/2021/PN Dpk and Number: 336/Pid. Sus/2020/PN Plk using the juridical-normative writing methods by examining secondary data supported by primary data. Based on the research, it is found that, first. The right to educate as a reason for eliminating crimes outside the law is still valid in the Indonesian criminal justice system as contained in the Supreme Court’s Decision No. 2024 K/Pid.Sus/2009 and there are no related laws and regulations which explicitly prohibit this matter. Second, the culture of using corporal punishment as a way to educate children as a form of the right to educate in fact still happens today even though it has drawn debate because it is considered to have a negative impact on children'sdevelopment. Third, the District Court’s Panel of Judges who decided on Decision Number: 115/Pid.Sus/2021/PN Dpk and Decision Number: 336/Pid.Sus/2020/PN Plk in its consideration stated that corporal punishment is a form of violence.