Latar belakang: Kemudahan akses pelayanan kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan penduduk Indonesia. Kemudahan akses ini terwujud dengan bertambahnya fasilitas kesehatan yang melayani peserta JKN. Indikator kemudahan akses terlihat dari bertambahnya jumlah peserta yang berkunjung ke fasilitas kesehatan baik di tingkat pelayanan rawat jalan maupun rawat inap. Kunjungan peserta JKN per 1.000 penduduk dikenal dengan isitilah rate sebagai salah satu indikator utilisasi pelayanan kesehatan untuk menjaga kesinambungan program JKN. Tujuan: penelitian ini bertujuan menganalisis faktor yang mempengaruhi rate rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL) maupun rawat inap inap tingkat lanjutan (RITL) dan pemodelan prediksi rate RJTL dan rate RITL. Data yang digunakan berasal dari database BPJS Kesehatan dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2016 – 2019 yang diolah berdasarkan faktor predisposing, faktor enabling, dan faktor need dimana semua data digunakan dalam penelitian atau total sampling. Metode: analisis data panel dinamis yang ditujukan untuk membuat model prediksi rate RJTL dan rate RITL. Hasil: model prediksi yang digunakan pada rate RJTL dan rate RITL adalah estimator First Difference Generalized Method of Moment (FDGMM). Kesimpulan: rate RJTL dipengaruhi oleh variabel nilai tagihan klaim dibayar per kunjungan RJTL; jumlah rumah sakit kelas A, B, C, D; jumlah peserta pria; jumlah peserta berusia > 50 tahun; jumlah peserta dengan jumlah anggota keluarga > 3 orang; jumlah peserta berpengeluaran di bawah garis kemiskinan; jumlah peserta dengan penyakit tidak menular; rasio fragmentasi; rasio rujukan; dan jumlah peserta berpendidikan SMP. Sedangkan, rate RITL dipengaruhi oleh variabel nilai tagihan klaim dibayar per kunjungan RITL; jumlah rumah sakit kelas A, B, C, D; jumlah peserta pria; jumlah peserta berusia > 50 tahun; jumlah peserta dengan jumlah anggota keluarga > 3 orang; rate readmisi; jumlah peserta berpendidikan SMP; dan jumlah peserta berpendidikan Perguruan Tinggi. Saran: hasil penelitian menyarankan agar Pemerintah Daerah turut mendukung pemenuhan sarana prasarana pelayanan kesehatan agar masyarakat dapat menjangkau pelayanan kesehatan dengan mudah, mengelola perencanaan penambahan rumah sakit sesuai kebutuhan; Kementerian Kesehatan dapat memberikan regulasi terkait pemenuhan dan pemerataan fasilitas kesehatan maupun tenaga medis, terutama pada daerah dengan keadaan geografis yang sulit; BPJS Kesehatan dapat menggunakan model prediksi rate RJTL dan rate RITL sebagai alat bantu dalam menilai kebutuhan penambahan kerjasama dengan rumah sakit. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan faktor utilisasi yang lebih luas dan lengkap serta melakukan kajian yang lebih mendalam pada satu wilayah tertentu dengan mempertimbangkan pengaruh aspek geografis, seperti jarak antar fasilitas kesehatan, luas wilayah dan kondisi akses ke fasilitas kesehatan.
Background: easy access to health services for participants of the National Health Insurance (JKN) is one of the efforts to improve the health status of the Indonesian population. This accessibility is achieved through an increase in health facilities serving JKN participants. The indicator of accessibility can be observed from the rising number of participants visiting health facilities, both at the outpatient and inpatient levels. The rate of visits by JKN participants per 1.000 population is considered an indicator of health service utilization, which contributes to the continuity of the JKN program. Objective: this study aims to analyze the factors that influence the advanced level of outpatient care (RJTL) and inpatient care (RITL) and to model the prediction of RJTL rates and RITL rates. The data used is derived from the BPJS Kesehatan database and the 2016-2019 National Socioeconomic Survey (SUSENAS), which are processed based on predisposing factors, enabling factors, and need factors. All data is utilized in the research, employing total sampling. Method: dynamic panel data analysis is employed to develop prediction models for RJTL rates and RITL rates. Results: the prediction model used for the RJTL rate and RITL rate is the First Difference Generalized Method of Moment (FDGMM) estimator. Conclusion: RJTL rate is influenced by several variables: value of claims bills paid per RJTL visit, number of class A, B, C, and D hospitals, number of male participants, number of participants aged over 50 years, number of participants with more than 3 family members, number of participants with expenditures below the poverty line, number of participants with non-communicable diseases, fragmentation ratio, referral ratio, and number of participants with junior high school education. On the other hand, the RITL rate is affected by value of claim bills paid per RITL visit, number of class A, B, C, and D hospitals, number of male participants, number of participants aged over 50 years, number of participants with more than 3 family members, readmission rate, number of participants with junior high school education, and number of participants with university education. Recommendations: the results of this study suggest that the Regional Government should also support the fulfillment of health service infrastructure so that partisipant can reach health services easily, manage plans for adding hospitals as needed; The Ministry of Health can provide regulations regarding the fulfillment and equity of health facilities and medical personnel, especially in areas with difficult geographical conditions; BPJS Kesehatan can use RJTL rate prediction model and RITL rate as a tool in assessing the need for additional collaboration with hospitals. Future researchers can conduct research with broader and more complete utilization factors and conduct more in-depth studies in a particular area by considering the influence of geographical aspects, such as the distance between health facilities, area size and conditions of access to health facilities.