Untuk pertama kalinya sejak era Orde Baru, Indonesia menarik non-tariff trade barrier-nya atau hambatan investasi, dengan membuka akses pasar terhadap perusahaan asing untuk berinvestasi pada Industri Pertahanan Indonesia, melalui diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law). Sebelumnya, entitas asing tidak diperbolehkan memiliki saham dalam sektor pertahanan Indonesia. Hal ini menjadi sebuah anomali, karena Indonesia memiliki opsi lain yang lebih lumrah, seperti (1) tetap menutup pasar sektor pertahanannya, dan (2) mencapai kemandirian industri pertahanan, yang merupakan antitesis dari defense investment untuk pemain asing di Indonesia. Berangkat dari anomali kebijakan yang dijelaskan di atas, penelitian ini akan mengajukan pertanyaan penelitian: “Mengapa Indonesia melakukan liberalisasi industri pertahanan dengan membuka akses pemain asing dalam industri tersebut?”. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap literatur akademis Ilmu Hubungan Internasional, karena hampir keseluruhan literatur yang membahas terkait liberalisasi industri pertahanannya dikaji menurut perspektif teori liberalisme semata. Padahal, sebagai sebuah kebijakan yang memiliki komponen internasional didalamnya, kebijakan liberalisasi menjadi perlu untuk dikaji sebagai bagian dari kebijakan luar negeri. Sehingga, dalam penelitian yang menggunakan analisis Foreign Policy Analysis, skripsi ini akan mengkaji bagaimana keputusan Indonesia untuk membuka pasar sektor pertahanannya kepada asing dipengaruhi oleh dua faktor utama; (1) faktor level sistemik yang ditunjukkan oleh perubahan sistemik dari unipolaritas AS menjadi multipolar, dan (2) level domestik dengan mengkaji kepentingan militer dari industri pertahanan dalam negeri, kapasitas ekonomi untuk meningkatkan skala alih teknologi, serta preferensi kebijakan Presiden Joko Widodo yang berpihak pada liberalisasi dan investasi asing.
For the first time since the New Order era, Indonesia has lifted its non-tariff trade barrier on investment restrictions, by opening market access to foreign companies to invest in the Indonesian defense industry, through the issuance of the Job Creation Law (Omnibus Law). Previously, foreign entities were not allowed to own shares in Indonesia’s defense sectors, and only SOEs were allowed to be the lead integrator in defense procurement. This then births an anomaly in Indonesia’s policy, because Joko Widodo’s administration has other options other than liberalize the industry; such as (1) preserving the protectionism nature of its defense sector, and (2) the policy goes unaligned with the interest to achieve self-reliance in the defense industry. Based on the aforementioned policy anomaly, this research poses the research question of “Why did Indonesia liberalize its defense industry by opening access to foreign investment in the industry?”. This research will be expected to contribute to the academic literature of International Relations, since it provides a new angle of analysis. Almost all existing literature discussing the liberalization of the defense industry is examined solely from the perspective of liberal economic theory, while as a policy that has international components in it; liberalization policy needs to be examined as a part of foreign policy. By utilizing the Foreign Policy Analysis, this thesis will analyse how Indonesia’s decision to open up its defense sectors to foreigners is influenced by two main factors: (1) systemic level indicated by the systemic change of U.S. Unipolarity to multipolarity, and (2) domestic-level factors by examining the military interests of the domestic defense industry, economic capacity to enhance technology transfer, and policy preferences of President Joko Widodo who is in favor of liberalization and foreign investment.