Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia menerima paparan sinar matahari sepanjang tahun. Hal ini menjadikan energi surya sebagai EBT yang potensial sebagai pengganti energi fosil batubara. Namun sampai dengan 2022, total kapasitas PLTS terpasang adalah sebesar 30,26% dari target 2022. Oleh karena itu, tujuan riset ini adalah untuk menganalisa kendala pemanfaatan energi surya di Indonesia melalui pembangunan PLTS, menganalisa dampak dari pembangunan PLTS, serta menyusun prioritas strategi dalam skala pemerintah untuk mengatasi kendala dalam pembangunan PLTS. Metode analisis yang digunakan adalah mix methods antara kualitatif dan kuantitatif. PESTLE digunakan untuk mengurai kendala dan tantangan dalam pengembangan PLTS sehingga didapat kerangka strategi untuk menanggulanginya. Kemudian penyusunan strategi pemanfaatan energi surya dilakukan dengan metode analisis AHP. Prioritas alternatif strategi secara berurutan antara lain pengembangan teknologi melalui regulasi untuk membuka peluang investasi, produksi komponen dalam negeri, dan pengalihan subdisi PLTU untuk PLTS.
As a tropical country, Indonesia receives sun exposure throughout the year. This makes solar energy a potential EBT a substitute for coal fossil energy. However, until 2022, the total installed solar power plant (PLTS) is 30.26% of the 2022 target. Therefore, this research aims to analyze the constraints on the use of solar energy in Indonesia through the construction of PLTS, analyze the impact of PLTS construction, and set strategic priorities on the government scale to overcome obstacles in PLTS development. The analytical method used is a mix of qualitative and quantitative methods. PESTLE breaks down the obstacles and challenges in developing PLTS to obtain a strategic framework to overcome them. Then the formulation of strategies for utilizing solar energy is formulated using the AHP analysis method. Alternative strategic priorities sequentially include regulations to open up investment opportunities, technology development through domestic component production, and transferring PLTU subsidies to PLTS.