DKI Jakarta merupakan kota metropolitan di Indonesia dengan tingkat kemacetan yang tinggi. Namun, upaya yang hingga saat ini diterapkan oleh Pemerintah hanya berupa kebijakan transportasi dengan objektif pelaku perjalanan sehingga belum dapat mengatasi kemacetan secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan tingkat kesediaan perusahaan terkait kebijakan teleworking oleh Pemeritah, preferensi kebijakan teleworking pada perusahaan, dan pengaruh kebijakan teleworking terhadap tarikan perjalanan di DKI Jakarta. Penelitian ini berbasis pada sebaran data yang dianalisis dengan metode statistik deskriptif dan statistik nonparametrik seperti data terpusat, distribusi data, uji normalitas, dan uji komparasi. Data penelitian diperoleh melalui penyebaran kuesioner secara daring kepada penetap kebijakan perusahaan. Data tersebut terdiri atas identitas perusahaan dan preferensi perusahaan terkait skema teleworking. Dalam pengolahan data, sampel dikelompokkan menjadi tiga klaster sampel yaitu Perusahaan yang bergerak di bidang Produk, Jasa, dan Start Up. Ketiga klaster sampel tersebut dibagi menjadi dua sektor sampel berdasarkan sistem kerja yang diterapkan saat pascapandemi, yaitu WFO dan WFH. Kurva kumulatif dan nilai terpusat diperoleh untuk dapat menganalisis perbedaan tingkat kesediaan tiap sektor perusahaan terkait preferensi skema teleworking. Berdasarkan hasil kurva kumulatif dan nilai terpusat, terdapat perbedaan tingkat kesediaan di tiap sektor sampel perusahaan terkait skema teleworking. Uji komparasi dilakukan dengan membandingkan tiap sektor hingga klaster sampel untuk menganalisis signifikansi perbedaan skema teleworking. Kedua perusahaan yang memiliki hasil signifikansi tidak berbeda signifikan akan menerapkan skema teleworking yang sama. Berdasarkan uji komparasi Mann Whitney, dihasilkan dua golongan perusahaan dengan skema teleworking yang berbeda. Selain itu, dilakukan uji komparasi terhadap tiap nilai terpusat yang diperoleh untuk mendapatkan nilai yang representatif pada tiap golongan perusahaan yang terbentuk. Berdasarkan analisis tersebut, Golongan I (Produk dan Jasa WFO) diberikan dispensasi bekerja secara remote sebesar 60% pekerja dan 12 hari dalam sebulan. Sementara itu, Golongan II (Start up dan Jasa WFH) diberikan dispensasi bekerja secara remote dengan 80% pekerja dan 16 hari dalam sebulan. Dengan menyesuaikan kondisi saat ini, sebagian besar perusahaan kembali menerapkan WFO, penerapan kebijakan teleworking sebagai strategi TDM mampu mengurangi tarikan perjalanan sebesar 60% di DKI Jakarta.
DKI Jakarta is a metropolitan city in Indonesia with a high level of congestion. However, the efforts that have been implemented by the Government so far have only been in the form of transportation policies with the objective of travellers, so they have not been able to overcome congestion optimally. This study aims to analyze the different willingness of companies regarding teleworking policies by the Government, the preferences of companies regarding teleworking policies, and the influence of teleworking policies on travel attraction in DKI Jakarta. This research is based on the distribution of data analyzed by descriptive statistical methods and nonparametric statistics such as centralized data, data distribution, normality tests, and comparison tests. Research data was obtained by distributing questionnaires online to company policymakers. The data consists of corporate identity and company preferences regarding teleworking schemes. In data processing, the samples were grouped into three sample clusters, namely companies engaged in products, services, and startups. The three sample clusters were divided into two sample sectors based on the work systems implemented during the post-pandemic period, namely WFO and WFH. Cumulative curves and centered values are obtained to be able to analyze the different willingness of each company sector regarding preferences for teleworking schemes. Based on the results of the cumulative curve and centered value, there are different willingness in each sector of the sample companies regarding teleworking schemes. Comparative tests are carried out by comparing each sector to sample clusters to analyze the significance of differences in teleworking schemes. The two companies whose results are not significantly different will apply the same teleworking scheme. Based on the Mann Whitney comparative test, two groups of companies with different teleworking schemes were produced. In addition, a comparative test was carried out on each centered value obtained to obtain a representative value for each group of companies formed. Based on this analysis, Group I (WFO Products and Services) are given the dispensation of working remotely for 60% of workers and 12 days a month. Meanwhile, Group II (Start up and WFH Services) are given the dispensation of working remotely with 80% of workers and 16 days a month. By adjusting to current conditions, most companies are re-implementing WFO, implementing teleworking policies as a TDM strategy, which is able to reduce travel attraction by 60% in DKI Jakarta.