Peningkatan jumlah penduduk telah mendorong peningkatan kebutuhan energi, terutama untuk transportasi dan listrik. Sementara itu, produksi energi fosil yang terus menurun memaksa pemerintah mengimpor minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Untuk mengantisipasi cadangan energi fosil nasional yang semakin terbatas dan kebutuhan energi masyarakat yang semakin meningkat, pemerintah menggalakkan penggunaan energi terbarukan. Salah satu upayanya adalah dengan
co-firing biomassa di pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. Di PLTU Indramayu, biomassa yang dipilih adalah sekam padi yang telah mengalami perlakuan pemadatan dan pemanasan, untuk mendapatkan biomassa dengan densitas dan nilai kalor yang lebih baik dari bentuk fisik sekam padi. Batubara sebagai bahan bakar di PLTU Indramayu memiliki nilai kalori rata-rata 4200 kCal/kg, sedangkan pelet sekam padi memiliki nilai kalori rata-rata 3400 kCal/kg. Uji bakar untuk
co-firing perlu dilakukan untuk mengetahui kinerja operasi peralatan unit pembangkit. Uji
co-firing pada penelitian ini masih terbatas pada komposisi 1% biomassa dan 3% biomassa yang membutuhkan pelet sekam padi sebanyak 43,2 ton dan batubara sebanyak 3196,8 ton. Sebelum dilakukan uji pembakaran boiler, juga dilakukan simulasi numerik Computational Fluid Dynamics (CFD) untuk mendapatkan gambaran awal. Hasil simulasi dan pengujian bahan bakar dengan komposisi sampai 3% biomassa menunjukkan bahwa parameter operasi berada dalam batas normal. Daya output masih bisa mencapai 300 MW, temperatur FEGT 908
oC,
fuel flow di pulverizer berkisar 34 – 37 ton/jam, arus pulverizer 33 A. Emisi yang dihasilkan masih di bawah baku mutu sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 2019, yaitu emisi SO
2 51,46 mg/Nm
3 dan NO
2 37,19 mg/Nm
3. Ditinjau dari keekonomiannya, harga pelet sekam padi Rp 551.558,00 / ton, masih di bawah Harga Patokan Tertinggi di PLTU Indramayu yaitu Rp 552.129,00 / ton.
The increase in population has driven increased demand for energy, especially for transportation and electricity. Meanwhile, fossil energy production continues to decline, forcing the government to import petroleum to meet domestic needs. In order to anticipate the increasingly limited national fossil energy reserves and the increasing public energy needs, the government is promoting the use of renewable energy. One of the efforts is by co-firing biomass in coal-fired power plants. At PLTU Indramayu, the selected biomass is rice husk which has undergone pelletization treatment, compaction, and heating, to obtain biomass with a high density and calorific value better than the physical form of rice husk. Coal as fuel in PLTU Indramayu has an average calorific value of 4200 kCal/kg, while rice husk pellets have an average calorific value of 3500 kCal/kg. Combustion tests for co-firing need to be carried out to determine the operating performance of generating unit equipment. Co-firing tests in this study were still limited to a composition of 1% biomass and 3% biomass which required a total of 43.2 tonnes of rice husk pellets and 3196.8 tonnes of coal. Before the boiler combustion test, computational fluid dynamics (CFD) numerical simulations were also carried out to get an initial description. The results of the simulation and fuel tests show that the operating parameters are in normal limits. The output power is 300 MW, FEGT temperature is 908 oC, fuel flow in the pulverizer ranges from 34 – 37 tons/hour, pulverizer current is 33 A. The emissions are produced below the quality standards according to the Minister of Environment Regulation Number 15 of 2019, which is SO2 emissions 51.46 mg/Nm3 and NO2 37.19 mg/Nm3. From an economic perspective, the price of rice husk pellets is IDR 551,558.00 / ton, still below the highest benchmark price at PLTU Indramayu, which is IDR 552,129.00 / ton.