Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Peraturan BPOM Nomor 33 Tahun 2018, menyatakan bahwa Industri Farmasi, Pelaku Usaha Obat Tradisional, Pelaku Usaha Sumplemen Kesehatan, Pelaku Usaha Kosmetika, atau Pelaku Usaha Pangan pemilik Izin Edar wajib menerapkan 2D barcode. Fungsi dari pemberian nomor serialisasi atau 2D barcode ini untuk menghindari terjadinya pemalsuan obat selama proses distribusi obat kepada konsumen.Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengkajian implementasi serialisasi untuk mengetahui apakah kebijakan yang dilakukan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu juga untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan dari implementasi serialisasi, serta mendapatkan solusi dari kekurangan tersebut.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) through BPOM Regulation Number 33 of 2018, states that the Pharmaceutical Industry, Traditional Medicine Business Actors, Health Supplement Business Actors, Cosmetics Business Actors, or Food Business Actors holding Distribution Permits are required to apply 2D barcodes. The function of providing serialization numbers or 2D barcodes is to prevent drug counterfeiting during the drug distribution process to consumers. In addition, it is also to find out the advantages and disadvantages of implementing serialization, and getting solutions to these deficiencies.