UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Keabsahan Pemberian Hibah Ketika Pemberi Hibah dalam Keadaan Sakit ditinjau dari Hukum Islam (Studi Putusan Nomor 269/Pdt.G/2019/PA.MS) = The Legitimacy of Giving Grants When the Grant Giver Is Sick Judging From Islamic Law (Study of Decision Number 269/Pdt.G/2019/PA.MS)

Muhammad Aulia Fadhlan; Yeni Salma Barlinti, supervisor; Rismala Dewi, examiner; Neng Djubaedah, examiner (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023)

 Abstrak

Pemberian hibah sering dilakukan pada saat pemberi hibah dalam keadaan sakit berat, atau sakit hampir meninggal. Namun hibah seringkali menimbulkan konflik, apalagi jika objek hibah yang diberikan adalah tanah. Oleh karena itu proses pemberian hibah harus memperhatikan ketentuan yang telah diatur agar peralihan hak melalui hibah menjadi sah. Ada persyaratan khusus mengenai hibah yang dilakukan jika hibah dilakukan pada saat pemberi hibah sakit. Dalam Pasal 213 KHI dijelaskan bahwa jika seseorang dalam keadaan sakit mendekati kematian, hibah yang akan dilakukan harus mendapat persetujuan dari ahli waris pemberi hibah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ketentuan hukum Islam mengenai status dan keabsahan objek tanah wakaf ketika pemberi hibah sakit dalam perkara Putusan Nomor 269/Pdt.G/2019/PA.MS, dan menganalisis bagaimana parameter penyakit pemberi hibah yang menyebabkan hibah tidak sah dalam kasus Putusan Nomor 269/Pdt.G/2019/PA.MS menurut hukum Islam. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini menganalisis Putusan Nomor 269/Pdt.G/2019/PA.MS mengenai sah tidaknya pemberian hibah yang dilakukan pada saat pemberi hibah sakit dan besarnya penyakit pemberi hibah sehingga hibah yang diberikan menjadi tidak sah. Pertama Jika pemberi hibah sakit, maka berdasarkan pasal 213 KHI mensyaratkan hibah disetujui oleh anak pemberi hibah. Sebelum proses pemberian hibah oleh pemberi hibah kepada penerima hibah. Pemberi hibah harus meminta persetujuan ahli warisnya yang berjumlah lima orang untuk dapat hadir dan memberikan persetujuan. Dengan persetujuan anak-anak Pemberi Hibah, telah terpenuhi syarat-syarat hibah dalam keadaan sakit sebagaimana diatur dalam Pasal 213 KHI. Kedua dalam Pasal 213 KHI, syarat seseorang merupakan syarat tambahan dalam pemberian hibah, dimana jika seseorang mengalami sakit yang mendekati kematian, maka hibah tersebut wajib mendapat persetujuan dari ahli waris. Berdasarkan yurispudensi Nomor 225 K/Sip/1960 disebutkan bahwa hibah yang dilakukan oleh orang yang sehat jasmani tidak perlu persetujuan ahli waris. Untuk mengetahui apakah seseorang memiliki jiwa yang sehat, harus ada pernyataan kesehatan dari segi psikologis oleh dokter spesialis kejiwaan.

Giving grants is often done when the grantor is in a state of serious illness, or a near-death illness. However, grants often cause conflicts, especially if the object of the grant given is land. Therefore, the process of giving a grant must pay attention to the provisions that have been regulated so that the transfer of rights through the grant becomes legal. There are special requirements regarding grants made if the grants are made when the grantor is sick, in which case this is regulated in Article 213 KHI which explains that if a person is in a state of near-death illness, the grants to be made must obtain approval from the heirs of the grantor. The purpose of this research is to analyze the provisions of Islamic law regarding the status and validity of the donated land object when the grantor is sick in the case of Decision Number 269/Pdt.G/2019/PA.MS, and to analyze how the parameters of the grantor's illness result in an invalid grant in the case of Decision Number 269/Pdt.G/2019/PA.MS according to Islamic law. By using normative juridical research methods, this paper analyzes Decision Number 269/Pdt.G/2019/PA.MS. Regarding the legitimacy of giving grants made when the grantor is sick and the size of the grantor's illness so that the grant given becomes invalid. From the results of the research it can be concluded 1) If the grantor is sick, then based on article 213 KHI requires that the grant is approved by Grantor's children. Prior to the process of awarding grants by grantors to grantees. The grant giver must seek approval from his heirs, totaling five people, to be able to attend and give approval. With the approval of the Grant Giver's children, the conditions for grants in sickness have been fulfilled as stipulated in article 213 KHI. 2) In Article 213 KHI, a person's condition is an additional condition in granting grants, where if a person experiences an illness close to death, it is obligatory for the grant to obtain approval from the heirs. Based on Jurisprudence Number 225 K/Sip/1960 it is stated that grants made by people who are healthy in spirit do not require the approval of the heirs. In order to find out if someone has a healthy soul, there must be a statement of health from a psychological perspective by a psychiatric specialist.

 File Digital: 1

Shelf
 T-Muhammad Aulia Fadhlan.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Tesis Membership
No. Panggil : T-pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : xii, 86 pages : illustration + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T-pdf 15-23-76023114 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 9999920527623
Cover