UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Harta Bersama Perkawinan Pertama Yang Dialihkan Berdasarkan Perjanjian Jual Beli Tanpa Persetujuan Istri Pertama (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 348/Pdt/2022/PT Mdn) = Jointly Owned Property Of The First Marriage Transferred Based On A Sale And Purchase Agreement Without The Consent Of The First Wife (A Study Of Medan High Court Decision Number 348/Pdt/2022/PT Mdn)

Luthfi Hasan Ishaq; Fitra Arsil, supervisor; Liza Priandhini, supervisor; I Made Pria Dharsana, examiner (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023)

 Abstrak

Perbuatan hukum seperti perjanjian jual beli atas harta bersama yang diperoleh dalam perkawinan pertama dalam pelaksanaannya harus mendapat persetujuan dari istri pertamanya sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) UUP jo Pasal 92 KHI. Namun dalam kasus yang penulis bahas suami menikah dengan istri kedua tanpa sepengetahuan dan izin dari istri pertama serta mengalihkan harta bersama dari perkawinan pertama dengan tandatangan istri kedua tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari istri pertamanya. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah status hukum perkawinan kedua yang dilakukan oleh suami tanpa persetujuan istri pertama dan terhadap harta bersama dari perkawinan pertama dan akibat hukum harta bersama dalam perkawinan pertama yang dialihkan berdasarkan perjanjian jual beli tanpa persetujuan istri pertama yang dilakukan oleh suami dengan istri dalam perkawinan kedua. Penelitian ini menggunakan bentuk doktrinal dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan. Dari hasil analisis menunjukkan perkawinan kedua Alm.MS dengan FZ dilakukan tanpa meminta izin dari JR sebagai istri pertamanya maupun izin ke Pengadilan Agama untuk melakukan perkawinan poligami berdasarkan fakta dalam Kartu Keluarga yang tertulis kawin belum tercatat, maka status hukum perkawinan Alm.MS dengan FZ hanya dianggap sah secara agama, namun tidak mempunyai kekuatan hukum menurut Hukum Positif yang berlaku di Indonesia. Selanjutnya akibat hukum harta bersama dalam perkawinan pertama yang dialihkan berdasarkan Perjanjian Jual Beli tanpa persetujuan istri pertama adalah Akta Perjanjian Jual Beli Nomor 21 tersebut batal demi hukum, karena melanggar syarat subjektif yaitu unsur kesepakatan dan syarat objektif yaitu unsur suatu sebab yang halal sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Karena Alm.MS dan FZ sebagai istri keduanya tidak berwenang untuk mengalihkan objek tersebut tanpa persetujuan dari JR sebagai istri pertamanya karena objek tersebut merupakan harta bersama antara Alm.MS dan JR. Selain itu Perjanjian Jual Beli tersebut dibuat dengan dasar utang piutang.

Legal actions such as a sale and purchase agreement on joint property obtained in the first marriage in its implementation must have the consent of the first wife as stipulated in Article 36 paragraph (1) UUP jo Article 92 KHI. However, in the case that the author discusses, the husband married a second wife without the knowledge and permission of the first wife and transferred joint property from the first marriage with the signature of the second wife without the knowledge and consent of his first wife. The problems raised in this study are the legal status of the second marriage performed by the husband without the consent of the first wife and against the joint property of the first marriage and the legal consequences of the joint property in the first marriage transferred based on the sale and purchase agreement without the consent of the first wife performed by the husband with the wife in the second marriage. This research uses a doctrinal form by using data collection tools in the form of literature study. The results of the analysis show that the second marriage of Alm.MS with FZ was carried out without asking permission from JR as his first wife or permission from the Religious Court to conduct a polygamous marriage based on the fact that the Family Card is written that the marriage has not been recorded, so the legal status of Alm.MS marriage with FZ is only considered religiously valid, but has no legal force according to Positive Law in force in Indonesia. Furthermore, the legal consequences of joint property in the first marriage transferred based on the Sale and Purchase Agreement without the consent of the first wife is that the Deed of Sale and Purchase Agreement Number 21 is null and void, because it violates the subjective requirement, namely the element of agreement and the objective requirement, namely the element of a lawful cause as stipulated in Article 1320 of the Civil Code. Because Alm.MS and FZ as his second wife are not authorized to transfer the object without the consent of JR as his first wife because the object is joint property between Alm.MS and JR. In addition, the Sale and Purchase Agreement was made on the basis of debt and credit.

 File Digital: 1

Shelf
 T-Luthfi Hasan Ishaq.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Tesis Membership
No. Panggil : T-pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : xii, 84 pages : illustration + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T-pdf 15-23-31654075 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 9999920528038
Cover