Prancis telah memberi banyak kontribusi pada dunia perfilman seperti dengan gerakan Nouvelle Vague, yang merupakan gerakan perfilman Prancis antara tahun 1950-an dan 1960-an. Salah satu tokoh ternama dari gerakan ini adalah Jean-Luc Godard, seorang pembuat film yang menganggap bahwa film dapat mengubah masyarakat dunia. Salah satu karyanya adalah Vivre sa Vie (1962) yang menceritakan seorang wanita bernama Nana saat ia meninggalkan pasangannya, menjadi pelacur, lalu terbunuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat tindakan tokoh Nana dan menganalisis batasan kebebasan yang dimilikinya. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif serta beberapa teori, yaitu teori film dari Boggs dan Petrie (2017) untuk analisis naratif, teori determinisme Solomon dan Higgins (2010) untuk mengidentifikasi kausalitas tindakan tokoh Nana, dan teori feminisme eksistensialis milik Simone de Beauvoir (1949) untuk menganalisis kebebasan semu dirinya. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa fokus film adalah pada tindakan Nana yang deterministik dan bahwa Nana tidak berhasil menjadi perempuan yang sepenuhnya bebas, tetapi hidup dalam ilusi kebebasan.
The French film industry has, in its history, contributed a lot to the world of cinema. One of such contributions is the Nouvelle Vague movement, a French film movement that happened between the 1950s and 1960s. A prominent figure belonging to this movement was Jean-Luc Godard, a filmmaker who believed that film could change the world. Vivre sa Vie (1962) is one of his feature films which tells the story of a woman named Nana as she leaves her partner, becomes a prostitute, and gets killed. The purpose of this research is to look at Nana's actions and analyse the limits of her freedom. This research was conducted using qualitative methods and several theories, namely Boggs and Petrie's (2017) film theory for the narrative analysis, Solomon and Higgins' (2010) determinism theory to identify the causality of Nana's actions, and Simone de Beauvoir's (1949) existentialist feminism theory to analyse her apparent freedom. This study concluded that the focus of the film is on Nana's deterministic actions and that in the end Nana does not succeed in becoming a woman who is completely free, but who lived in the illusion of freedom.