Di Kawasan Perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT), pembangunan infrastruktur listrik belum terlaksana secara optimal. Selain sebagai provinsi dengan rasio elektrifikasi terendah, pendanaan dari Pemerintah terbatas, serta ada terlalu banyak pihak dalam pembuatan dan implementasi kebijakan di Kawasan Perbatasan yang mengakibatkan perlunya koordinasi ekstra. Untuk itu riset ini diawali dengan mempertanyakan bagaimana kondisi pembangunan infrastruktur di sana. Ditemukan bahwa kondisinya belum optimal karena koordinasi dan komunikasi antar lembaga pemerintah sendiri masih belum berjalan baik, anggaran terbatas, dan tidak menarik bagi investor. Padahal ada keinginan, termasuk dari masyarakat untuk menumbuhkan ekonomi lokal yang jelas membutuhkan stabilitas pasokan listrik. Menghadapi problematika tersebut, skema blended finance ditawarkan sebagai alternatif dengan perspektif collaborative governance sebagai dasar mengingat sudah pasti ada kolaborasi dalam menjalankan blended finance. Di samping mengkonstruksi skema yang dapat dijadikan alternatif tersebut, desain kolaborasi yang sesuai dengan sistem konteks blended finance juga dikonstruksi berdasarkan tiga teori collaborative governance, yaitu dari Donahue & Zeckhauser, Emerson & Nabatchi serta Ansell & Gash. Hasilnya, penelitian ini mengusulkan bahwa untuk pembangunan infrastruktur di Kawasan Perbatasan Darat, dapat digunakan skema blended finance untuk level usaha kecil yang terdiri dari dua tahapan, yaitu feasibility study dan joint venture. Skema ini kemudian direplikasi dan diagregasi untuk menarik dana katalis dengan skala yang lebih besar. Dalam skema ini, sejumlah hal yang harus diperhatikan adalah para pemangku kepentingan, jenis dan peran setiap investor, sumber dana dari publik atau swasta, instrumen pendanaan, serta jangka waktu kerjasamanya. Dalam menjalankan skema blended finance ini, kolaborasi dilakukan dengan memadukan ketiga model kolaborasi yang telah disebutkan. Para aktor kolaborasi harus memperhatikan sejumlah prasyarat serta pendorong yang akan mempengaruhi jalannya proses kolaborasi. Skema blended finance dan desain kolaborasi ini diharap dapat diaplikasikan dalam meningkatkan kerjasama di pemerintahan dan pihak terkait untuk mengakselerasi pembangunan di Kawasan Perbatasan Darat di NTT dan menjadi solusi ketika pembangunan terhambat karena permasalahan pendanaan.
At the border of Nusa Tenggara Timur (NTT), the development of electricity infrastructure has not been implemented optimally. Apart from being the province with the lowest electrification ratio, funding from the Government is limited, and there are too many parties in policy-making and its implementation at the border which results in the need for extra coordination. Therefore, this research begins by questioning the condition of infrastructure development there. It was found that conditions were not optimal because coordination and communication between government agencies themselves were still not running well, the budget was limited, and it was not attractive to investors. Whereas they, including the local community, desire to grow the local economy, which clearly requires a stable supply of electricity. Facing these problems, a blended finance scheme is offered as an alternative with a collaborative governance perspective as a basis considering that there is definitely collaboration in carrying out blended finance. In addition to constructing the alternative scheme, collaboration with blended finance as its system context is also constructed based on three collaborative governance theories, i.e. from Donahue & Zeckhauser, Emerson & Nabatchi, and Ansell & Gash. As a result, this study proposes that for infrastructure development at the border, a blended finance scheme can be used is in the small business level which consists of two stages, namely a feasibility study and a joint venture. This scheme is then replicated and aggregated to attract catalyst funds on a larger scale. In this scheme, a number of things that must be considered are the stakeholders, the type and role of each investor, sources of funds from the public or private sector, funding instruments, and the period of cooperation. In adopting this scheme, collaboration is carried out by combining the three collaboration models that have been mentioned. Collaborative actors must pay attention to a number of prerequisites and drivers that will affect the course of the collaboration process. It is hoped that this blended finance scheme and collaborative design can be implemented to increase cooperation in government and related parties to accelerate development at the border of NTT and become a solution when development is hampered due to funding problems.