Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 membuat keadaan hukum yang baru terkhususnya kepada melaksanakan eksekusi jaminan fidusia. Dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia tersebut tidak sedikit debitur yang tidak berkenan dilakukan eksekusi oleh kreditur, sehingga debitur melakukan gugatan terhadap Pengadilan Negeri, namun hasilnya Pengadilan Negeri memberi pendapat yang beragam dalam putusannya. Rumusan masalah dalam penelitian ini terbagi atas bagaiman pelaksanaan dari eksekusi jaminan fidusia setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, dan bagaimana Pengadilan Negeri menysaratkan wanprestasi atau cidera janji dalam eksekusi jaminan fidusia setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019. Penelitian ini menggunakan Teori Kepastian Hukum, lalu menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Ketentuan hukum yang tertera dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 mengakibatkan eksekusi dapat dilakukan oleh kreditur jika adanya penyerahan sukarela serta pengakuan dari debitur bahwa debitur telah melakukan wanprestasi. Namun dalam praktek yang terjadi dilapangan, pengadilan menyatakan wanprestasi atau cidera janij dari debitur harus dengan beberapa alasan yaitu wanprestasi dengan pengakuan tertulis, wanprestasi dengan kesepakatan di kontrak/perjanjian di awal dan wanprestasi yang harus dinyatakan oleh pengadilan. Dalam 10(sepuluh) perkara dari penelitian ini, banyak pengadilan menafsirkan bahwa wanprestasi bisa dinyatakan dalam kesepakatan/kontrak diawal.
Constitutional Court Decision Number 18/PUU-XVII/2019 creates a new legal situation, especially for carrying out the execution of fiduciary guarantees. In carrying out the execution of the fiduciary guarantee, there are not a few debtors disagreed to be executed by the creditor, so the debtor files a lawsuit against the District Court, but the results of the District Court provide various opinions in its decision. The formulation of the problem in this study is divided into how the implementation of the execution of fiduciary guarantees after the Constitutional Court decision Number 18/PUU-XVII/2019, and how the District Court requires default or breach of contract in the execution of fiduciary guarantees after the Constitutional Court Decision Number 18/PUU- XVII/2019. This research uses Legal Certainty Theory, then uses normative juridical research methods. The legal provisions contained in the Constitutional Court Decision Number 18/PUU-XVII/2019 result in the execution being carried out by the creditor if there is a release of acquittal as well as acknowledgment from the debtor that the debtor has defaulted. However, in practice that occurs in the field, the court declares default or default of the debtor must be for several reasons, namely default by written confession, default by agreement in the contract/agreement at the beginning and default which must be declared by the court. In the 10 (ten) problems of this study, many courts claimed that default could be stated in the initial agreement/contract.